Selasa, 05 April 2011

Ibnu Rusyd - Sang Filosof Muslim

Di Andalusia, tepatnya di kota Cordova lahir seorang filosof Muslim terkenal bernama Ibnu Rusyd. Ketika itu Andalusia (Spanyol) merupakan salah satu pusat peradaban Islam yang maju dan cemerlang serta banyak menghasilkan ilmuan-ilmuan muslim besar seperti Ibnu Bajjah dan Ibnu Thufail. Di sisi lain, Eropa (baca: masyarakat kristen Eropa) masih berada dalam zaman kegelapan, kebodohan dan terkungkung dalam hegemoni kekuasaan gereja (The dark middle ages), sehingga dapat dilihat dalam konteks sejarah bahwa dengan munculnya peradaban Islam di Andalusia, telah menjadi jembatan bagi Eropa untuk mengetahui dan mempelajari Ilmu pengetahuan khususnya filsafat. Dengan demikian dunia Islam akhirnya memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa.
St. Thomas menyebutnya sebagai "sang komentator", dan Dante menamakannya "orang yang membuat komentar hebat". H.A. Wolfson, seorang ahli filsafat abad pertengahan khususnya komentar perihal Aristoteles, menyatakan bahwa ada sekitar 38 komentar Ibnu Rusyd terhadap beragam karya Aristoteles, di samping naskah-naskah pendek mengenai aspek-aspek tertentu filosof Aristoteles. Ia juga meringkas karya Aristoteles, yaitu de Anima (Kitab Al Hayawan). Dalam mengomentari, Ibnu Rusyd biasanya membuat komentar dalam tiga kategori, yaitu komentar singkat, setengah panjang, dan panjang, sesuai dengan metode pengajaran di sekolah tradisional kala itu. Renan, seorang filosof Perancis mengatakan bahwa Ibnu Rusyd menulis sekitar 78 buku dalamnan, seorang filsafat Perancis mengatakan bahwa Ibnu Rusyd menulis sekitar 78 buku dalam berbagai bidang ilmu.
Karya-karyanya yang masih ada kini di barat kebanyakan dalam bahasa latin dan Ibrani, bukan dalam bahasa aslinya, bahasa Arab. Penerjemahan karyanya terjadi tidak hanya pada abad ke-7 H / 13 M, tapi juga dalam abad ke-10 H / 16 M ketika beberapa komentar menarik perhatian dan menjadi subyek perdebatan sengit. Citra dia di Barat sebagai "penentang agama" adalah tidak tepat dengan pembawaannya yang sebenarnya. Karena, filsafat hanyalah bagian dari kehidupan pemikiran Ibnu Rusyd, dan masih banyak kehidupannya di luar itu yang juga berpengaruh besar dalam dunia Islam hingga sekarang. Pun, memang terjadi pergolakan pemikiran antara Ibnu Rusyd dengan Ibnu Sina dan Al Ghazali, yang bisa kita ambil hikmahnya.
Sebagai seorang filosof, Ibnu Rusyd banyak memberikan kontribusinya dalam khasanah dunia filsafat, baik filsafat yang berasal dari Yunani maupun yang berasal dari filosof-filosof muslim sebelumnya. Ibnu Rusyd dalam filsafatnya sangat mengagumi filsafat Aristoteles dan banyak memberikan ulasan-ulasan atau komentar terhadap filsafat Aristoteles sehingga ia terkenal sebagai komentator Aristoteles. Dalam makalah ini sedikit akan diuraikan pikiran-pikiran filsafat Ibnu Rusyd di samping pengaruh pemikirannya dalam ilmu pengetahuan yang kemudian memunculkan gerakan Averroisme di Barat.


BAB I
BIOGRAFI TOKOH
A. Kelahirannya
Nama lengkapnya adalah Abdul Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd. Ia dilahirkan di Cordova Spanyol pada tahun 520 H/1126 M. di Barat, Ibnu Rusyd dikenal dengan nama Averrous. Ia berasal dari kalangan keluarga besar yang dikenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang hakim, dan neneknya yang dengan sebutan “Ibnu Rusyd Nenek”(al-Jaddah) adalah kepala hakim di Cordova. Lingkungan yang sangat kondusif itulah yang membuat Ibnu Rusyd kecil haus ilmu pengetahuan, ia tumbuh menjadi anak yang memiliki kejeniusan luar biasa. Pada usia anak-anak saat itu, Ibnu Rusyd sudah mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti Al-Qurán, hadits, fiqih, serta mendalami ilmu-ilmu eksak seperti matematika, astronomi, logika, filsafat dan kedokteran. Karena itulah, ketika Ibnu Rusyd tumbuh dewasa, ia terkenal dengan ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
B. Situasi Sosial Politik
Lingkungan yang sangat kondusif itulah yang membuat Ibnu Rusyd kecil haus ilmu pengetahuan, ia tumbuh menjadi anak yang memiliki kejeniusan luar biasa. Pada usia anak-anak saat itu, Ibnu Rusyd sudah mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti Al-Qurán, hadits, fiqih, serta mendalami ilmu-ilmu eksak seperti matematika, astronomi, logika, filsafat dan kedokteran. Karena itulah, ketika Ibnu Rusyd tumbuh dewasa, ia terkenal dengan ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Pada mulanya Ibnu Rusyd mendapat tempat yang terbaik di sisi khalifah Abu Yusuf Al-Mansyur, Amir ketiga dinasti Muwahhidun 1184 H. Ia pernah mendapat amanat sebagai qadil (hakim) di Sevilla (Spanyol) dan sebagai qadlil qudlat (hakim agung) di Cordova. Namun sayang, karena ajaran filsafatnya banyak ulama yang tidak menyukainya, bahkan ada yang sampai mengkafirkan Ibnu Rusyd. Ada juga sekelompok ulama yang berusaha untuk menyingkirkan dan memfitnah bahwa dia telah menyebarkan ajaran filsafat yang menyimpang dari ajaran Islam. Atas tuduhan itulah, Ibnu Rusyd hingga diasingkan oleh pemerintah ke suatu tempat bernama Lucena. Tidak hanya itu, banyak diantara karya-karya filsafatnya dibakar dan diharamkan untuk dipelajar.
Setelah beberapa orang terkemuka dapat menyakinkan khalifah Al-Mansur tentang kebersihan dari Ibnu Rusyd dari fitnah dan tuduhan tersebut, maka ia baru dibebaskan. Akan tetapi tidak lama kemudian fitnah dan tuduhan seperti semula kembali terulang. Sebagai akibatnya, pada kali ini Ibnu Rusyd diasingkan ke Negeri Maghribi (Maroko). Di sanalah kemudian Ibnu Rusyd menghabiskan sisa-sisa umurnya hingga datangnya ajal menjemputnya pada tahun 1198 M.
C. Karya-karya dan karir akademia
1. karya-karya Ibnu Rusyd
a. Filsafat dan hikmah
- Tahafut At Tahafut (kerancuan dalam Kerancuan) adalah tanggapan atas buku Al Ghazali Tahafut Al Falasifah (Kerancuan Para Filosof)
- Jauhar Al Ajram As Samawiyah (Struktur Benda-benda Langit)
- Ittishal Al 'Aql Al Mufarriq bi Al Insan (Komunikasi Akal yang Membedakan dengan Manusia)
- Masa'il fi Mukhtalif Aqsam Al Manthiq (Beberapa Masalah tentang Aneka Bagian Logika)
- Syuruh Katsirah 'ala Al Farabi fi Masa'il Al Manthiqi Aristha (Beberapa Komentar terhadap Pemikiran Aristoteles)
- Maqalah fi Ar Radd 'ala Abi Ali bin Sina (Makalah Jawaban untuk Ibnu Sina), dan lainnya banyak sekali.
b. Ilmu kalam
- Fashl Al Maqal fima Baina Al Hikmah wa Asy Syari'ah min Al Ittishal (Uraian tentang Kitan filsafat dan Syari'ah)
- I'tiqad Masyasyin wa Al Mutakallimin (Keyakinan kaum Liberalis dan Pakar Ilmu Kalam)
- Manahij Al Adillah fi 'Aqaid Al Millah (Beberapa Metode Argumentatif dalam Akidah Agama), dan lain-lain.
c. Fikih dan ushul fikih
- Bidayah Al Muqtashid wa An Nihayah Al Muqtashid (Dasar Mujtahid dan Tujuan Orang yang Sederhana). Kitab ini diakui oleh Ibnu Jafar Zahabi sebagai buku terbaik di sekolah ilmu fikih Maliki, dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan sangat terkenal.
- Ad Dar Al Kamil fi Al Fiqh (Studi Fikih yang Sempurna)
- Risalah Adh Dhahaya (Risalah tentang Kurban), dan lain-lain.
d. Ilmu astronomi
- Maqalah fi Harkah Al Jirm As Samawi (Makalah tentang Gerakan Meteor)
- Kalam 'ala Ru'yah Jirm Ats Tsabitah (Pendapat tentang Melihat Meteor yang Tetap Tak Bergerak
e. Ilmu Nahwu
- Kitab Adh Dharuri fi An Nahw (Yang Penting dalam Ilmu Nahwu)
- Kalam 'ala Al Kalimah wa Al Ism Al Musytaq (Pendapat tentang Kata dan Isim Musytaq)
e. Kedokteran
- Al Kulliyat fi Ath Thibb (Studi Lengkap tentang Kedokteran). Sebanyak 7 jilid, dan menjadi rujukan dan buku wajib di berbagai universitas di Eropa. Diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Inggris, dan Ibrani.
- Syarh Arjuwizah Ibn Sina fi Ath Thibb. Secara kauntitas kitab ini paling banyak beredar. Menjadi bahan kajian ilmu kedokteran di Oxford University Leiden dan Universitas Sourborn Paris.
- Maqalah fi At Tiryaq (Makalah tentang Obat Penolak Racun), yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin, Inggris, dan Ibrani.
- Nasha'ih fi Amr Al Ishal (Nasihat tentang Penyakit Perut dan Mencret), yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin dan Ibrani.
- Mas'alah fi Nawaib Al Humma (Masalah tentang Penyakit Demam)
Karya Ibnu Rusyd Kulliyat diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Banacosa (Tobiyah) tahun 1255 M. Ulasannya mengenai retorika diterjemahkan oleh Herman the German dengan judul Rhetoric an Poetics. Ulasannya atas de Anima diterjemahkan oleh Michael Scot or Scott tahun 1217 M. Tafsir Ibnu Rusyd atas Fisika Aristoteles diterjemahkan ke bahasa Ibrani oleh Moses ben Solomon of Beaucaire pada kuartal pertama abad ke-14 M, dan juga oleh Todros Todrosi, Zerahiah Gracian dengan karya Ibnu Rusyd yang lain. Pertentangan Ibnu Rusyd dengan Al Ghazali, yaitu kitab Tahafut At Tahafutditerjemahkan ke dalam bahasa Ibrani oleh Qolanymos ben David the Elder dengan judul Happalat ha Happalo sekitar setelah tahun 1318 dan sebelum 1328 M. Ya, Ibnu Rusyd memang sangat berpengaruh di dunia Timur dan Barat di masanya hingga zaman setelahnya, bahkan sekarang
2. Karir Akademi
Di bawah asuhan keluarga yang terdidik dan terpandang, serta kondisi politis inilah Ibn Rusyd lahir dan berkembang menjadi dewasa. Ia mempelajari ilmu fiqih dan ayahnya, sehingga dalam usianya yang masih muda Ibn Rusyd telah menghafal kitab Al Muwaththa karangan Imam Malik. Pendidikannya dimulai sejak kecil di keluarganya yang alim. Kakek dan ayahnya adalah penganut mazhab maliki. Ibnu Rusyd juga meriwayatkan hadis dan mnghafal Al Muwaththa' karya Imam Malik atas bimbingan sang ayah. Setelah menginjak remaja. Ia terdorong keluar dari lingkar kalurga dalam menuntut ilmu. Para fuqaha yang meonjol di kawasan Andalusia kala itu didatangi Ibnu Rusyd sebagai guru untuk ditimba ilmunya. Di antara para fuqaha itu antara lin Abu Al Aim Basykawal, Abu Marwan bin Masarrah, Abu Bakar bin Samhun, Abu Ja'far bin Abdul Aziz, Abdullah Al Maziri, dan Abu Muhammad bin Rizq.
Dalam bidang kedokteran ia belajar pada Abu Ja'far Harun At Tirjali dan Abu Marwan bin Kharbul. Dalam biddang filsafat, Ibnu Rusyd belajar pada Ibnu Bajah, yang di barat dikenal dengan Avinpace, filosof besar di Eropa sebelum Ibnu Rusyd. Selain itu, ia juga berhubungan dengan dokter Abu Marwan bin Zuhr dan raja Dinasti Muwahhidun. Pada tahun 1153 Ibn Rusyd pindah ke maroko, memenuhi permintaan Khalifah Abd al-Mu’min, khalifah pertama dari Dinsti Muwahiddin, khalifah ini banyak membangun sekolah dan lembaga ilmu pengetahuan, ia meminta Ibn Rusyd untuk membantunya mengelola lembaga-lembaga tersebut. Pada tahun 111169 risalah pokok tentang medis, al-Risalah, telah diselesaikannya, dan tahun yang sama pula, ia diperkenalkan oleh Ibn Thufail kepada Khalifah Abu Ya’qub. Hasil dari poertemuan ini Ibn Rusyd diangkat sebagai qadhi di Saville. Ia memanfatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Diriwayatkan bahwa Ibnu Rusyd hanya dua malam melewatkan begitu saja tanpa membaca dan menulis, yaitu malam meninggal ayahnya dan malam perkewinannya.
Semenjak itu, ia mulai menafsirkan karya-karya Aristotoles atas poermentaan Khalifah tersebut. Keberhasilan menafsirkan karya-karya Aristoteles ini menjadikan ia terkenal dengan gelar “Komentar Aristoteles.. dua tahun setelah menjadi qadhi di Saville, ia kembali ke Cordova menduduki jabatan hakim agung (qadhi al-qudhat). Selanjutnya pada tahun 1182 ia bertugas sebagai dokter Khalifah di istana al-muwahhidin, Maroko menggantikan Ibn Thufail.
Kehidupannya sebagian besar digunakan untuk menjalani tugas sebagai hakim dan dokter, tapi di barat ia dikenal sebagai filofof yang banyak mengkaji dan mengomentarai pemikiran Aristoteles. Ibnu Rusyd termasuk seorang jenius yang pengetahuannya ensiklopedis. Ia banyak menghasilkan karya tulis dalam berbagai bidang. Ia ahli hukum Islam, filsafat, cakap dalam kedokteran, kalam, bahasa, fisika, dan astronomi. Ia wafat pada sekitar tahun 5951198 M dengan meninggalkan banyak warisan keilmuan yang dikenal Barat dan Timu


BAB II
PEMIKIRAN IBN RUSYD
A. Menakwilkan Al-Qur’an
Ketika kita membaca sejarah Ibnu Rusyd, maka kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih menonjol pada dirinya, yakni pemikirannya di bidang filsafat (estetika, logika, dan filsafat) yang hampir kita temukan di hampir semua karya-karya tulisannya. Menurutnya, nilai filsafat dan logika itu sangat penting, khususnya dalam menta’wilkan dan menafsirkan Al-Qurán sebagai kitab teks yang selalu membutuhkan artikulasi makna dan bukan artikulasi lafadz. Ibnu Rusyd melanjutkan, bahwa Islam sendiri tidak melarang orang untuk berfilsafat, bahkan Al-Qurán sendirti dalam banyak ayat memerintahkan umatnya untuk mempelajari filsafat.
Menurut Ibnu Rusyd, takwil (penafsiran) dan interprestasi teks dibutuhkan untuk menghindari adanya pertentangan antara pendapat akal dan filsafat serta teks Al-Qurán. Ia memaparkan, takwil yang dimaksud di sini adalah meninggalkan arti harfiyah ayat dan mengambil arti majasinya (analogi) hal ini pula yang dilakukan oleh para ulama klasik periode awal dan pertengahan. Dalam kaitannya dengan kedudukan Al-Qurán, Ibnu Rusyd membagi manusia menjadi tiga kelompok; awam, pendebat, dan ahli fikir. Untuk kelompok orang awam, Al-Qurán tidak dapat ditakwilkan, karena mereka hanya bisa memahami secara tertulis. Demikian juga bagi kelompok pendebat, takwil sudah diterapkan. Takwil secara tertulis dalam bentuk karya, hanya bisa diperuntukkan bagi kelompok ahli fakir.
Dalam cara pandang itulah takwil atas teks secara benar dapat dilakukan dan dipahami oleh ahli fikir. Pemikiran Ibnu Rusyd ini kemudian dikenal dengan teori perpaduan agama dan filsafat. Sementara itu, menyangkut pemaknaan Al-Qurán, ia berpendapat bahwa A-Qurán memiliki dua makna, makna batin dan makna lahir. Berkaitan dengan penciptaan alam, Ibnu Rusyd dengan menganut teori kasualitas (hukum sebab akibat), berpendapat bahwa memahami alam harus dengan dalil-dalil tertentu agar dapat sampai kepada hakekat daneksistensi alam. Setidaknya ada tiga dalil untuk menjelaskan teori ini. Pertama, dalil inayah (pemeliharaan). Kedua, dalil ikhtira’ (penciptaan). Ketiga dalil penggerak. Dalil inayah yakni dalil yang mengemukakan bahwa alam dan seluruh kejadian yang ada di dalamnya, seperti siang dan malam, matahari dan bulan, semuanya menunjukkan adanya penciptaan yang teratur dan rapi yang didasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan. Dalil ini mendorong orang untuk melakukan penyelidikan dan penggalian yang terus menerus sesuai dengan pandangan akal pikirannya. Dalil ini pula yang akan membawa kepada pengetahuan yang benar sesuai dengan ketentuan dalam Al-Qurán.
Sedangkan dalil ikhtira’ merupakan asumsi yang menunjukkan bahwa penciptaan alam dan makhluk di dalamnya tampak jelas dalam gejala-gejala yang dimiliki makluk hidup, semakin tinggi tingkatan makhluk hidup itu, semakin tinggi pula berbagai macam kegiatan dan pekerjaannya. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan, sebab apabila terjadi secara kebetulan tentu saja tingkatan hidup ini tidak berbeda-beda. Inilah yang menunjukkan bahwa semuanya ada yang menciptakan dan mengaturnya. Dalil ini sesuai dengan syariat Islam, dimana banyak ayat yang menunjukkan perintah untuk memikirkan seluruh kejadian di alam ini. Adapun dalil yang ketiga yakni gerak atau disebut juga sebagai penggerak pertama diambil dari aristoteles. Dalil ini mengungkapkan bahwa alam semesta bergerak dengan sesuatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini mengandung penggerak pertama yang tidak bergerak dan berbeda, yaitu Tuhan.
Menurut Ibnu Rusyd, benda-benda langit beserta gerakannya dijadikan oleh Tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman. Sebab zaman tidak cukup mendahului wujud perkara yang bergerak, selama zaman itu masih kita anggap sebagai ukuran gerakannya. Jadi gerakan menghendaki adanya penggerak pertama atau suatu sebab yang mengeluarkan dari tiada menjadi ada. Substansinya yang lebih dahulu itu yang memberikan wujud kepada substansi yang kemudian tanpa memerlukan kepada pemberian form (Tuhan) yang ada di luarnya.
B. Agama dan Filsafat
Ibnu Rusyd adalah tokoh yang ingin mengharmoniskan agama dan filsafat. Di antaranya tidak terdapat dua kebenaran yang kontradiktif, tetapi sebuah kebenaran tunggal yang dihadirkan dalam bentuk agama, dan melalui takwil, menghasilkan pengetahuan filsafat. Agama adalah bagi setiap orang, sedangkan filsafat hanya bagi mereka yang memiliki kemampuan-kemampuan intelektual yang memadai. Meskipun demikian, kebenaran yang dijangkau suatu kelompok tidaklah bertentangan dengan kebenaran yang ditemukan kelompok lain.
Seperti al-Kindi, Ibnu Rusyd juga berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah memperoleh pengetahuan yang benar dan berbuat benar. Dalam hal ini, filsafat sesuai dengan agama. Sebab tujuan agama-pun tidak lain adalah untuk menjamin pengetahuan yang benar bagi umat manusia dan menunjukkan jalan yang benar bagi kehidupan yang praktis. Agama dan filsafat adalah sejalan dan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencapai pengetahuan yang benar. Dengan demikian, berfilsafat secara benar dengan menggunakan metode ilmu mantiq yang benar pula, akan didapat pengetahuan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
C. Tingkat Kemampuan Manusia
Dalam hal ini Ibnu Rusyd membuat perbedaan tingkat kapasitas dan kemampuan manusia dalam menerima kebenaran menjadi tiga kelompok. Mereka adalah kelompok yang menggunakan metode retorik (khathabi), metode dialektik (jadali) dan metode demonstratif (burhani). Metode yang pertama dan kedua dipakai oleh manusia awam, sedangkan metode yang ketiga merupakan pengkhususan yang diperuntukkan bagi kelompok manusia yang tingkat intelektual dan daya kemampuan berfikirnya tinggi. Tingkat kemampuan manusia ini terkait dengan masalah pembenaran atau pembuktian atas sesuatu yang dipengaruhi oleh kapasitas intelektualnya. Ibnu Rusyd menjelaskan, bagi manusia, adanya tingkatan pembuktian kebenaran secara burhani, jadali dan khatabi, karena kemampuan manusia dalam menerima kebenaran itu berbeda-beda dan beragam. Pengelompokan ini, menurut Ibnu Rusyd sesuai dengan semangat al-Qur’an yang mengajarkan umat Islam untuk mengajak manusia kepada kebenaran dengan jalan hikmah, pelajaran yang baik dan debat yang argumentatif.
Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan cara hikmah, pengajaran yang baik dan ajak bicaralah (debat) mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat di jalan-Nya dan Ia juga lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk. (al-Nahl: 125).
D. Kebahagiaan
Mengenai konsep kebahagiaan, Ibnu Rusyd sejalan dengan ide al-Farabi dan Ibnu Sina bahwa ilmu pengetahuan adalah jalan pencapaian dan kebahagiaan spiritual. Derajat kesempurnaan tertinggi ialah jika seseorang menembus tabir dan melihat dirinya aspek demi aspek di hadapan realitas-realitas. Ibnu Rusyd menolak jika kesederhanaan dan kejumudan orang-orang tasawuf merupakan sarana untuk menyendiri dan berhubungan dengan Tuhan. Dengan demikian ia tidak bisa menerima anggapan kaum sufi bahwa kebahagiaan seseorang dapat dicapai tanpa ilmu pengetahuan.
Ibnu Rusyd percaya bahwa konsep kebahagiaan hanya dapat dicapai melalui akal aktual dan ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa sejak bayi dilahirkan, ia sudah membawa kesiapan untuk menerima pengetahuan-pengetahuan umum sehingga jika ia mulai belajar, maka kesiapan ini berubah menjadi akal aktual. Akal ini selalu berkembang dan meningkat sampai ia bisa berhubungan dengan akal yang tidak ada pada benda dan daripadanya mengambil pancaran ilham. Akal yang sudah sampai kepada tahap menerima pancaran ilham merupakan kesempurnaan tertinggi. Sedangkan jalan yang akan menuntun untuk mencapainya, ialah perkembangan segala pengetahuan dan peningkatan persepsi manusia. Karena ilmu pengetahuan semata-mata adalah jalan kebahagiaan dan hubungan dengan alam akal dan alam ruh.

E. Akal dan Manusia
Manusia menurut Ibnu Rusyd, mempunyai dua gambaran yang dalam bahasa Arab disebut ma’ani . Kedua gambaran itu dinamakan percept (perasaan) dan concept (pikiran). Perasaan adalah gambaran khusus yang dapat diperoleh dengan pengalaman yang berasal dari materi. Ibnu Rusyd memberi perbedaan antara perasaan dan akal. Pemisahan ini memperlihatkan kecenderungan Ibnu Rusyd dalam memisahkan antara pengetahuan akali (aqli) dengan pengetahuan inderawi (naqli). Dengan sendirinya kedua pengetahuan ini berbeda dalam hal cara manusia memperolehnya. Pengetahuan inderawi diperoleh dengan percept (perasaan), sedangkan pengetahuan aqli diperoleh lewat akal, pemahamannnya dilakukan dengan penalaran atau pikiran.
Akal sendiri dibagi menjadi dua jenis, yang pertama disebut akal praktis dan yang kedua adalah akal teoritis. Akal praktis memiliki fungsi sensasi, di mana akal ini dimiliki oleh semua manusia. Di samping memiliki fungsi sensasi, akal praktis juga memiliki pengalaman dan ingatan. Sedangkan akal teoritis mempunyai tugas untuk memperoleh pemahaman (konsepsi) yang bersifat universal.

BAB III
KRITIK TERHADAP PEMIKIRANNYA
A. Tokoh Yang Bertentangan Dengan Ibnu Rusyd
Diantara tokoh yang bertentangan pemikirannya dengan Ibnu Rusyd ialah Al-Ghazali yang dimana kedua tokoh ini saling mengkritisi seperti yang duraikan dibawah ini
 Tanggapan Kritik Terhadap Al-Ghazali
Seperti diketahui, al-Ghazali dalam buku Tahafut al-Falasifah telah menyerang para filosof. Ada dua puluh persoalan yang diuraikan al-Ghazali berkenaan dengan kerancuan berfikir mereka. Tiga di antaranya, menurut al-Ghazali, meneyebabkan para filosof telah kufur. Sebagai filosof, Ibnu Rusyd merasa berkewajiban membela para filosof dan pemikiran mereka dan mendudukkan masalah tersebut pada proporsinya. Untuk itu ia menulis sanggahan berjudul Tahafut al-tahafut. Judul buku ini mengisayaratkan bahwa al-Ghazali lah yang sebenarnya kacau dalam berfikirnya.
Tiga masalah filsafat yang menyebabkan kekafiran para filosof ialah berkaitan dengan masalah qadimnya alam, pengetahuan Tuhan yang bersifat juz’iyyat, dan kebangkitan jasmani. Berikut ini akan dijelaskan tanggapan Ibnu Rusyd terhadap kritikan al-Ghazali mengenai tiga masalah tersebut.

a. Qadimnya Alam
Ibnu Rusyd menjelaskan, perselisihan yang terjadi antara kaum teolog dengan kaum filosof klasik mengenai persoalan apakah alam semesta ini qadim (ada tanpa permulaan) atau hadits (ada setelah tiada), lebih condong kepada soal penamaan belaka. Sebabnya, mereka sendiri pada dasarnya sepakat tentang adanya tiga macam wujud: dua sisi wujud dan satu yang menengahi keduanya. Para teolog maupun filosof sepakat dalam memberikan sebutan nama kepada kedua sisi wujud itu, tetapi mereka berselisih mengenai wujud pertengahan. Pada wujud yang pertengahan inilah alam semesta menempatkan posisinya.
Sisi wujud yang pertama adalah: Wujud yang tercipta dari sesuatu di luar dirinya sendiri dan berasal dari sesuatu yang berbeda, yang tercipta dari bahan (materi) tertentu dan didahului oleh zaman. Inilah kondisi benda-benda wujud yang tertangkap indera seperti air, udara, bumi, hewan tumbuhan dan sebagainya. Wujud ini disepakati untuk menamakannya sebagai sesuatu yang muhdatsah (tercipta setelah tidak ada). Sisi wujud yang berseberangan dengan sisi tersebut di atas adalah: wujud yang keberadaannya tidak berasal dari sesuatu apapun, tidak disebabkan oleh sesuatu apapun juga dan tidak didahului oleh zaman. Sisi wujud ini juga disepakati, untuk menamakannya sebagai yang qadim (ada tanpa permulaan). Wujud ini adalah Allah Ta’ala, penggerak sesuatu yang ada.
Adapun sisi wujud yang di antara keduanya yaitu: wujud yang keberadaannya tidak berasal dari sesuatu apapun, tidak didahului oleh zaman, akan tetapi keberadaannya disebabkan oleh suatu penggerak. Sisi wujud ini adalah alam semesta dengan segala perangkatnya. Mereka semua setuju adanya tiga sifat tersebut pada alam semesta. Para teolog mengakui bahwa zaman tidak mendahului alam semesta, karena zaman adalah sesuatu yang menyertai gerak dan benda. Jadi letak permasalahannya adalah sisi wujud yang pertengahan ini menempati dan memiliki persamaan dengan wujud yang muhdats maupun wujud yang qadim.


b. Pengetahuan Tuhan
Dalam masalah pengetahuan Tuhan, al-Ghazali menuduh para filosof berpendirian bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil , kecuali dengan cara yang kulliyat (umum, universal). Ibnu Rusyd menjawab tuduhan al-Ghazali ini dengan menegaskan bahwa al-Ghazali telah salah paham terhadap pendapat filosof. Ibnu Rusyd meluruskan, pendapat filosof adalah bahwa pengetahuan Tuhan tentang rincian (juz’iyyat) berbeda dengan pengetahuan manusia. Pengetahuan manusia adalah mengambil bentuk efek, yaitu melalui yang ditangkapnya oleh panca indera, sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan sebab bagi terwujudnya rincian tersebut. Karena itu, pengetahuan manusia bersifat baharu dan pengetahuan Tuhan bersifat qadim, yaitu semenjak azalinya. Tuhan mengetahui segala hal yang terjadi di alam ini. Namun begitu, pengetahuan Tuhan tidak dapat diberi sifat-sifat kulliyat atau juz’iyyat, karena sifat-sifat yang demikian hanya dapat dikaitkan kepada makhluk saja. Secara pasti, pengetahuan Tuhan tidak dapat diketahui kecuali oleh Tuhan sendiri.

c. Kebangkitan Jasmani
bahwa kebangkitan di akhirat nanti adalah bersifat rohani. Yang akan menerima balasan baik atau buruk atas perbuatan manusia selama di dunia adalah rohaninya bukan jasmani. Menanggapi masalah di atas, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa kebangkitan rohani berdasarkan pendapat para filosof merupakan ta’wil (interpretasi) yang tidak perlu dipermasalahkan karena yang terpenting bahwa para filosof juga meyakini adanya hari kebangkitan dan tidak mengingkarinya. Pengingkaran terhadap hari kebangkitan yang dapat dikategorikan kafir, bukan pada eksistensi kebangkitannya.
Baik para filosof maupun sufi sepakat bahwa puncak kebahagiaan adalah pada rohaninya dan bukan pada materinya. Meskipun demikian, Ibnu Rusyd sendiri tidak menolak kemungkinan adanya kebangkitan jasmani juga, karena tidak ada yang tidak mungkin dilakukan oleh Allah SWT. Bagi orang awam (khatabi, jadali) yang masih berfikir sederhana dan belum mampu menangkap pesan-pesan al-Qur’an secara abstrak, penggambaran jasmani adalah untuk memotivasi mereka agar melakukan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jahat.

B. Tokoh-Tokoh Yang Mendukung Ibn Rusyd
Sebagaimana diketahui sebelumnya, pemikiran Ibnu Rusyd masuk ke Barat melalui gerakan penerjemahan karya-karyanya. Ibnu Rusyd begitu berpengaruh bagi orang-orang kristen Eropa karena dikenal sebagai “komentator Aristoteles” yang membawa semangat rasional dan pencerahan bagi mereka. Melalui terjemahan karya-karya bahasa Arabnya ke dalam bahasa Ibrani dan Latin, para sarjana Barat abad pertengahan banyak dipengaruhi pandangan-pandangan filsafat Aristoteles yang dikembangkan Ibnu Rusyd. Pengaruh Ibnu Rusyd ini semakin menunjukkan bentuknya dengan munculnya gerakan Averroisme di Barat yang mencoba mengembangkan gagasan-gagasan rasional Ibnu Rusyd.
Averroisme merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan penafsiran filsafat Aristoteles yang dikembangkan Ibnu Rusyd oleh pemikir-pemikir Barat-Latin. Pada mulanya istilah ini dimaksudkan sebagai bentuk penghinaan terhadap pendukungnya. Tak seorang pun yang berani dengan tegas menyatakan dirinya sebagai pendukung Averroisme. Barulah setelah masa Johannes Jandun (1328) yang pertama kali menegaskan dirinya secara terbuka sebagai pengikut Averroisme dan diikuti oleh Urban dari Bologna (1334) serta Paul dari Venesia (1429),
para pendukung pemikiran Ibnu Rusyd lainnya mulai berani secara terang-terangan menyatakan pendirian mereka. Tokoh yang terkenal sebagai pelopor Averroisme adalah Siger de Brabant (1235-1282) dan diikuti oleh murid-muridnya seperti Boethius de Decie, Berner van Nijvel dan Antonius van Parma. Para mahasiswa tersebut mempelajari, meneliti dan menelaah karya-karya ulasan Ibnu Rusyd terhadap filsafat Aristoteles. Landasan rasionalitas yang dikembangkan Ibnu Rusyd ternyata sangat menarik perhatian mereka. Timbul kesadaran di kalangan sarjana-sarjana Barat untuk mengoptimalkan penggunaan akal dan meninggalkan paham-paham yang bertentangan dengan semangat rasional.
Ajaran-ajaran mereka yang terilhami oleh pemikiran Ibnu Rusyd antara lain adalah pandangan mereka tentang pembuktian keberadaan Tuhan dengan teori gerak. Sama dengan Ibnu Rusyd, mereka memandang bahwa segala sesuatu di dunia ini mesti ada yang menggerakkannya. Karena tidak mungkin ada rentetan gerak yang tiada hentinya itu tanpa ada penggeraknya, maka sampailah mereka pada kesimpulan adanya penggerak utama. Itulah yang dalam bahasa Ibnu Rusyd disebut al-Muharrik al-Awwal (Tuhan) atau Prima Causa menurut Aristoteles. Berdasarkan pandangan ini, mereka juga mengikuti Ibnu Rusyd dalam pandangan mereka tentang teori kausalitas.
Meskipun Tuhan adalah penyebab segala sesuatu, Tuhan hanyalah menciptakan akal pertama saja, sedangkan secara seterusnya diciptakan oleh akal-akal berikutnya. Inilah yang dimaksud Ibnu Rusyd dengan hukum-hukum alam terhadap penciptaan Tuhan. Jadi, sebagaimana Ibnu Rusyd, mereka memahami bahwa penciptaan Tuhan terhadap segala sesuatu bukanlah secara langsung, tetapi melalui hukum-hukum alam yang tetap yang telah diciptakan-Nya terhadap segala ciptaan-Nya tersebut.
Pada tahun 1270, paham Averroisme yang diajarkan Siger van Brabant dan murid-muridnya diharamkan oleh gereja. Para penguasa Kristen ketika itu menganggap ajaran Ibnu Rusyd berbahaya bagi akidah orang Kristen. Lalu, pada tahun 1277 pandangan-pandangan Averroisme secara resmi dilarang di Paris melalui sebuah undang-undang yang dikeluarkan gereja. Siger van Brabant sendiri akhirnya dihukum mati oleh gereja tujuh tahun kemudian. Pada tahun-tahun berikutnya, Paus semakin meningkatkan aksinya menentang universitas yang mengajarkan pemikiran Aristoteles dan Ibnu Rusyd. Banyak tokoh-tokoh Averroisme dihukum dan buku-buku karangan Ibnu Rusyd dibakar. Namun demikian, larangan dan kutukan gereja terhadap Averroisme tidak membuat surut perkembangan gerakan intelektual ini, sebaliknya malah semakin menyebar ke berbagai wilayah lainnya di Eropa.
Melihat kepada keadaan di atas, maka di lakukan usaha-usaha untuk mempertahankan dominasi mutlak gereja dan menolak gerakan Averroisme yang dilakukan oleh tokoh-tokoh gereja. Meskipun dalam beberapa sisi mereka dapat menerima prinsip-prinsip Aristotelian yang dikembangkan Ibnu Rusyd, dalam beberapa hal mereka menolak prinsip-prinsip Aristotelian dan “menasranikannya” seperti yang dilakukan oleh Arbertus the Great dan muridnya Thomas Aquinas. Keduanya adalah anggota ordo Dominican, sebuah ordo imam Katolik yang didirikan oleh St. Dominicus. Gerakan Averroisme yang ditandai oleh semangat rasional inilah yang yang melahirkan renaisans di Eropa. Tokoh-tokoh Averroisme meyakini kebenaran pandangan Ibnu Rusyd tentang keharmonisan antara akal dan wahyu, filsafat dan agama, menimbulkan kesadaran bagi mereka untuk mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan sebagai warisan dari peradaban Yunani dan Islam.
C. Komentar Pemakalah
Perlu disampaikan bahwa uraian-uraian pemikiran filsafat Ibnu Rusyd di atas belum sepenuhnya dapat dijelaskan secara terperinci dan mendalam. Terbukti masih banyak pemikiran-pemikirannya yang sangat kontroversial dan ditentang oleh para ilmuan-ilmuan yang lain. Namun dapat dipahami bahwa Ibnu Rusyd merupakan filosof muslim yang kaya dengan khasanah pemikiran-pemikiran yang filosofis dan ilmiah, sehingga pemikiran dan karya-karyanya tidak hanya dihargai di dunia Islam namun juga di dunia Barat yang ditandai dengan munculnya gerakan Averroisme di Eropa


BAB IV
KESIMPULAN
Diantara para filosof Islam, Ibnu Rusyd adalah salah seorang yang paling dikenal dunia Barat dan Timur. Nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad Ibnu Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ahmad ibnu rusyd, lahir di Cordova, Andalus pada tahun 520 H/ 1126 M, sekitar 15 tahun setelah wafatnya abu Hamid al-Ghazali. Ia ditulis sebagai satu-satunya filsuf Islam yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang semuanya menjadi fuqaha’ dan hakim. Ayahnya dan kakeknya menjadi hakim-hakim agung di Andalusia.
Ibnu Rusyd sendiri menjabat hakim di Sevilla dan Cordova pada saat terjadi hubungan politik yang penting antara Andalusia dengan Marakasy, pada masa Khalifah al-Manshur. Hal itu mencerminkan kecerdasan otak dan ghirah kepada ilmu pengetahuan dalam keluarga ini sudah tumbuh sejak lama yang kemudian semakin sempurna pada diri ibnu Rusyd. Karena itu, dengan modal dan kondisi ini ia dapat mewarisi sepenunya intelektualitas keluarganya dan menguasai berbagai disiplin ilmu yang ada pada masanya.
Hal itu mencerminkan kecerdasan otak dan ghirah kepada ilmu pengetahuan dalam keluarga ini sudah tumbuh sejak lama yang kemudian semakin sempurna pada diri ibnu Rusyd. Karena itu, dengan modal dan kondisi ini ia dapat mewarisi sepenunya intelektualitas keluarganya dan menguasai berbagai disiplin ilmu yang ada pada masanya. Dari Averrois ini muncul sebuah kelompok pengikut Ibnu Rusyd dalam bidang filsafat yang menamakan diri Averroisme. Dalam bidang ini, Ibnu Rusyd memang membuktikan diri sangat ahli dan terhormat, penjelasan-penjelasannya tentang filsafat dan komentarnya terhadap filsafat Aristoteles dinilai yang paling tepat dan tidak ada tandingannya. Sebab itu ada yang menamakannya sebagai guru kedua (bukan al-Farabi), setelah guru pertama Sang Filsuf atau Aristoteles. Itu tidak berarti Ibnu Rusyd tidak memiliki pemikiran filsafat sendiri, dalam penjelasan al-Ahwani, pandangan-pandangan pribadi Ibnu Rusyd yang mencerminkan pandangan dan pahamnya sendiri terdapat dalam rumusan kesimpulan setelah memberikan uraian dan komentar terhadap filsafat Aristoteles.




DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fuad al-Ahwani.1997. “Filsafat Islam” Jakarta : Pustaka Firdaus
Ahmad Hanafi,1996. “Pengantar Filsafat Islam”. Jakarta, Bulan Bintang.
C.A. Qadir.1991 “Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam” Jakata : Yayasan Obor, Jakarta.
Muhammad Iqbal,2004. “Ibn Rusyd & Averroisme”. Jakarta : Gaya Media Pratama.
Harun Nasution,1995. “Islam Rasional”.Bandung : Mizan.
Hasyimsyah Nasution,1999. “Filsafat Islam”. Jakarta : Gaya Media Pranata.
Zacky Syafa.2004.“Tokoh-Tokoh Muslim”. Surabaya : Putra Pelajar.

Cari Blog Ini