Jumat, 06 Mei 2016

MENGASUMSIKAN MENULIS SEPERTI MENGGAMBAR, MENULIS ITU MUDAH!!!



Tak semua orang tentunya bisa menulis untuk berkarya, namun tak bisa di pungkiri juga jika hampir semua orang bisa di pastikan bisa mencatat tulisan dan menulisnya kembali. Menulis bagi sebagian orang yang tidak terbiasa tentu  sudah menjadi hal yang  sulit untuk di praktekkan bahkan mungkin menulis bisa menjadi lebih sulit di bandingkan bergargumentasi dan beretorika. Tetapi bukanlah hal yang mustahil jika kita memiliki keinginan untuk mempraktekannya dengan kemauan dan tekat yang kuat.
            Jika kita hayati untuk menemukan jalanya agar bisa menulis, tentunya banyak terik dan cara yang bisa kita lakukan untuk bisa menghasilkan karya tulisan. Oleh Para Penulis banyak konsep yang di share oleh mereka tentang kiat dan cara mudah membuat karya tulisan. Mulai dari memperbnyak bahan-bahan bacaan hingga ada pula yang mengatakan agar mudah membuat karya tulisan harus memperbanyak data-data atau refrensi untuk menjadi acuan agar mudah menghasilkan karya tulisan, lalu kemudian tinggal menentukan apakah tulisan yang akan di tulis di jelaskan secara Deskriptif, Argumentatif  atau bahkan di jelaskan dalam bentuk tulisan Ekspanatif. Kemudian bagi saya pribadi cara-cara tersebut bukanlah suatu hal yang salah karena semua cara tersebut benar adanya dan saya pribadi pun sebagai penulis pemula juga mempraktekan cara-cara yang di sarankan para penulis senior untuk bisa menghasilkan karya tulisan.
            Jika kita melihat banyak sekali orang-orang yang ingin bisa membuat karya tulisan, namun karena faktor X lah yang membuat mereka mungkin bahkan saya sendiri sebagai penuis pemula juga  terkadang kesusahan untuk membuat karya tulisan. Sebenarnya “membuat karya tulisan bukanlah hal yang susah untuk di lakukan dan bahkan menakutkan dan sangatlah mudah bagi kita untuk melakukannya ”,MENGAPA SAYA MEMBERIKAN PERYATAAN DEMIKAN?? Sebelum saya menjelaskannya , saya ingin mengatakan bahwa peryataan tersebut masihlah sangatlah berat untuk saya jelaskan secara terperinci  karena saya pun  pribadi adalah penulis pemula yang ingin menjadi penulis professional. Kemudian lantas dengan mengetahui kelemahan tersebut maka kita para penulis pemula tak layaklah  menyerh untuk berkaya melalui tulisan. Dan bagi saya bukanlah menjadi hal yang salah jika peryataan tadi yang saya sampaikan menjadi Motivasi besar dan kenginan yang ikhlas untuk terus mencoba membuat karya tulis.
Peryataan Menulis itu adalah hal yang mudah. Sebab sebenrnya, logikanya sangatlah sederhna yaitu cobalah dengan mengasumsikan bahwa menulis itu sama hal nya dengan menggambar hal yang sederhana. Ya, tentunya di mulai dengan membuat gambar yang sederhana dan urusan penilaian hasil karya adalah urusan kesekian.
            Maka Tentunya Menulis dan menggambar adalah du ahal yang jika kita pahami dasarnya bukanlah dua hal yang memliki perbedaan. Dimana kedua aktivitas tersebut membutuhkan pondasi imaginasi untuk di hasilkan menjadi karya bahkan memiliki kesamaan untuk di gores di lembaran-lembarn ketas putih.
            Oleh karrena itu untuk mudah menghasilkan karya tulisan, maka asumsikanlah bahwa menulis itu ibarat melukis bagi pelukis Pemula yang mampu menghasilkan sebuh karya tanpa rasa takut meskipun hasil karanya tersebut bukanlah kara yang bagus untuk di publikasikan, karena hasil dari karya tersebut adalah karya imaginative  dari diri kita pribadi dan di konsumsi oleh diri kita pribadi dan menjadikan penilaian orng lain atas karya kita adalah hal kesekian.
            Dan marilah kita menconba untuk mengflash back kembali dimana mungkin hampir dari kita semua pernah membuat lukisan atau gambar yang mungkin hasil dari karya itu adalah karya terjelak yang pernah kita hasilkan lalu kemudian kita menunjukan karya tersebut kepada adik, atau kerabat terdekat kita. Kejadian dari hasil membuat karya gambar  tersebut tentunya kita lakukan dengan rasa takut ataupun malu untuk di nilai  dan kita sendiri tidak mengetahui jika alam bawah sadar kita telah menuntun kita untuk menghaslkan sebuah karya.
            Sama halnya dengan menggambar menulis pun juga mampu melatih daya imagiasi kita untuk menuangkan pikiran. Jika Menggambar menghasilkan goresan berupa Gambar maka melalui menulis kita juga mengasilkan goresan tulisan yang akan di jelaskan delam konteks deskriptif, ekplanasi ataupun Argumentatif. Ada banyak cara sederhana yang bisa kita lakukan agar bisa membuat karya tulisan dengan mudah salah satunya adalah dengan cara memahami segala kejadian yang kita alami atau pesoalan yang ada di sekitar kita. Maka dari persoalan tersebut adalah hal sederhana yang mampu kita gambarkan dalam bentuk tulisan . Cukup dengan menghayati, memahami runtutsn kejadian tersebut dan merangkainya dalam  sebuah kalimat panjang sehingga menjadi sebuah karya tulisan. Hal tersebut juga serupa seperti layaknya menggambar sesuatu  di sekitar kita juga di perlukan imaginasi, kosentrasi dan penghayatan tentang hal-hal di sekitar kita untuk di torehkan dalam wujud karya lukisan. Maka mungkin itulah salah satu hal sederhana yang bisa kita lakukan uuntuk bisa memulai menghasilkan karya tulisan. Karena sebenarnya menulis adalah hal yang sangat mudah maka jangan lah pernah merasa ragu untuk berkaya melalui menulis dan bunglah jauh-jauh kata-kata “ SAYA TIDAK BISA MENULIS” menjadi MENULIS ITU MUDAH. Melalui menulis tentunya kita akan terbimbing untuk lebih cerdas dan berkaca untuk melihat seberapa pandainya kita atas segala hal dan menulis juga melatih otak kanan kita
            Inilah  imaginasi saya pribadi uuntuk mengatakan bahwa menulis adalah mudah karena menulis ibarat mengambar dan tulisan ini pun saya hasilkan di saat saya sedang merimaginasi untuk bisa mengasilkan karya tulisan
            Untuk mudah membuat karya tulisan maka janganlah pernah untuk menanam niatan terlebih awal untuk SHOW OFF dan menjadapatkan pujian banyak orang. Tetapi lalkukanlah dengan niatan bahwa membuat karya tuisan adalah untuk berkrya dan melatih otak kanan serta mempertajam daya fikir dan imaginasi kita kea rah yang  positif.
            Semoga melalui karya kecil ini kita khususnya saya pribadi mammpu termotivasi agar terus bisa membuat karya tulisan yang lebih baik lagi dan memicu diri untuk terus menghasilkan karya tulisan yang lebih bagus lagi.

Penulis : Fadhli Rahman

Senin, 26 November 2012

KESETARAAN GENDER DALAM KETERWAKILAN PEREMPUAN DI PARLEMEN, STUDI KASUS PEMILU 2004 DI INDONESIA



PENDAHULUAN
Permasalahan gender di masyarakat sudah ada sejak manusia itu mulai muncul dimuka bumi ini. Namun pada awalnya ketika ilmu pengetahuan dan teknologi belum maju seperti saat ini, isu gender belum mendapat perhatian dan tidak dipermasalahkan baik oleh masyarakat secara umum maupun oleh kaum feminis. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai budaya yang berkembang terkait dengan peran atau pembagian kerja, tanggung jawab serta citra baku laki-laki dan perempuan pada saat itu dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan sah-sah saja.
Seiring dengan perkembangan jaman yang diikuti oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, perhatian masyarakat terutama kaum feminis terhadap fenomena sosial yang terkait dengan isu gender mulai menjadi fokus perhatian. Perhatian terhadap  permasalahan gender mulai muncul sekitar tahun 40-an yang digagas oleh kaum feminis di Barat. Munculnya perhatian terhadap isu gender dan pemberdayaan perempuan diawali oleh adanya kesadaran bahwa ternyata nasib kaum perempuan di masyarakat tidak sebaik nasib lawan jenisnya. Oleh karena itu, gerakan untuk memperbaiki nasib perempuan mulai muncul yang dipelopori oleh tokoh feminis MaryWollstonecraft dan John StuartMill (Amal, 1992).
Dalam perkembangan berikutnya diikuti oleh tokoh-tokoh feminis lainnya yang mempunyai visi dan misi sejenis yakni mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan memperjuangkan nasib kaum perempuan yang dianggapnya berada dalam posisi teropresi, tersubordinasi, termarjinalisasi, dan terdiskriminasi. Gerakan feminis ini pada awalnya berkembang di Negara Barat seperti di Inggris, Perancis, Amerika dan lain-lain, dan dalam perkembangannya gerakan ini berkembang dalam tiga gelombang besar yakni feminisme gelombang pertama, kedua dan ketiga. Feminisme gelombang pertama berkaitan dengan terjadinya Revolusi Perancis (1789) dimana pada saat ini berkembang beberapa paham feminis seperti; feminis Liberal, feminisme Radikal dan feminisme Marxis/Sosialis.
Dalam memahami keteropresian perempuan, masing-masing feminis ini mempunyai pandangan yang berbeda. Feminisme Liberal memandang bahwa keterbelakangan perempuan disebabkan karena adanya tradisi dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang menjadikan perempuan sebagai mahluk yang tersubordinasi bukan karena kondisi alamiah yang dimilikinya. Sementara itu, feminisme Radikal memandang ketertindasan perempuan karena seksualitas dan sistem gender yang akhirnya memunculkan sistem patriarkhi, sedangkan feminisme Marxis memandang keteropresian perempuan disebabkan karena struktur sosial, ekonomi dan politik yang erat kaitannya dengan sistem kapitalisme (Arivia, 2005).
Feminisme gelombang kedua dikembangkan oleh Simone de Beauvoir yang gerakannya dikenal dengan feminisme Eksistensialis. Faham ini melihat persoalan penindasan perempuan dimulai dengan adanya beban reproduksi di tubuh perempuan. Menurutnya beban reproduksi yang ditanggung perempuan dan tanggung jawab membesarkan anak membuat perempuan mempunyai posisi tawar yang lemah terhadap laki-laki. Sementara feminisme gelombang ketiga dikenal dengan feminisme Postmoderen, feminisme Multikultural dan Ekofeminisme. Pada dasarnya semua paham feminisme ini bertujuan untuk melihat dasar keterbelakangan perempuan yang kemudian ingin memperbaiki atau mencarikan solusinya sehingga nasib perempuan menjadi lebih berdaya.
Demikian juga di Indonesia, perjuangan untuk memperbaiki nasib perempuan sudah muncul sejak jaman penjajahan Belanda yang dipelopori oleh R.A Kartini yang gerakannya dikenal dengan sebutan ”emansipasi”. Gerakan ini pada prinsipnya juga merupakan gerakan untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan Indonesia yang pada saat itu eksistensinya sangat terpasung oleh budaya patriarki sehingga perempuan tidak memperoleh akses terhadap pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. Meskipun gerakan untuk memperbaiki nasib perempuan sudah berlangsung sejak lama, namun sampai saat ini ketimpangan gender di berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti dalam hal pendidikan, ekonomi, politik, sosial dan budaya masih cukup menonjol. Oleh karena itu untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di masyarakat seperti yang sudah dicanangkan melalui komitmen Millenium Development Goals (MDGs), maka perlu dilakukan berbagai upaya penanganan yang serius.
Dewasa ini permasalahan gender sudah menjadi isu global yang sangat menarik perhatian dunia. Munculnya perhatian terhadap isu gender ini sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan dari pendekatan keamanan dan kestabilan (security) menuju pendekatan kesejahteraan dan keadilan (prosperity) atau dari pendekatan produksi ke pendekatan kemanusiaan dalam suasana yang lebih demokratis dan terbuka. Terjadinya perubahan paradigma pembangunan seperti ini, menjadi dasar untuk mengatasi persoalan ketidakadilan gender yang masih terjadi di masyarakat menuju terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan gender (KKG).
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) adalah suatu bentukan kata yang mengandung dua konsep, yaitu kesetaraan gender dan keadilan gender. Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi lakilaki dan perempuan untukmemperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagaimanusia, agarmampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Sedangkan keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan (Angka I.3 dan 4 Lampiran Inpres No.9 Tahun 2000). Agar proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki terwujud, diperlukan langkah-langkah untuk menghentikan berbagai hal yang secara sosial dan menurut sejarah telah menghambat perempuan dan laki-laki untuk bisa berperan dan menikmati hasil dari peran yang dimainkannya.
Dalam mengatasi persoalan gender, telah dilakukan berbagai upaya baik di tingkat internasional, nasional maupun regional. Di tingkat internasional pada tahun 1950 dan 1960-an telah di deklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB (ECOSOC) dan diakomodasi oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1968 melalui pembentukan Komite Nasional Kedudukan Wanita Indonesia (KNKWI). Selanjutnya, pada tahun 1967 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Deklarasi tersebut memuat hak dan kewajiban berdasarkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dan menyatakan agar diambil langkah-langkah seperlunya untuk menjamin pelaksanaan deklarasi tersebut. Oleh karena deklarasi tersebut sifatnya tidak mengikat, maka komisi PBB tentang Kedudukan Wanita kemudian menyusun rancangan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Pada tahun 1975 di Mexico City, PBB menyelenggarakan Konfrensi Wanita Internasional yang menghasilkan antara lain deklarasi persamaan antara perempuan dan laki-laki dalam hal: pendidikan dan pekerjaan. Tiga tahun kemudian yakni tahun 1978 pemerintah Indonesia menindaklanjutinya dengan membentuk Menteri Muda Urusan Peranan Wanita (Men.UPW).
Melalui lembaga negara ini Pemerintah Indonesia melaksanakan aksi penanggulangan. permasalahan perempuan dan gender yang terjadi di masyarakat. Pada tanggal 18 Desember 1979 Majelis Umum PBB telah menyetujui konvensi tersebut. Karena ketentuan konvensi pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pemerintah RI dalam Konfrensi Sedunia Dasawarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi Wanita di Kopenhagen pada tanggal 29 Juli 1980 telah menantatangani konvensi tersebut. Penandatanganan itu merupakan penegasan sikap Indonesia yang dinyatakan pada tanggal 18 Desember 1979 pada waktu Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan pemungutan suara atas resolusi yang kemudian menyetujui konvensi tersebut.
Dalam pemungutan suara itu Indonesia menyatakan setuju sebagai perwujudan untuk ikut berpartisipasi dalamusahamenghapus segala bentuk diskriminasi terhadap wanita karena isi konvensi itu sesuai dengan dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan. Selanjutnya konvensi ini ditetapkan dalam bentuk undang-undang yakni Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Berbagai pendekatan pembangunan terkait dengan penanganan masalah gender dan pemberdayaan perempuan pun dilaksanakan oleh pemerintah mulai dari pendekatan Women in Development (WID), dilanjutkan dengan pendekatan Women and Development (WAD). Kedua pendekatan ini ternyata belum mampu mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sehingga pemerintah melaksanakan pendekatan baru yakni Gender and Development (GAD).

KETERWAKILAN PEREMPUAN DI PARLEMEN
     Secara umum (di dunia) telah terjadi peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga parlemen. Ada 112 negara yang mengalami peningkatan, dan ada 28 negara yang mengalami penurunan. Salah satu negara yang mengalami penurunan keterwakilan perempuannya adalah Indonesia. Penurunan itu dapat dilihat selama 4 kali Pemilu terakhir. Pada tahun 1987 keterwakilan perempuan sebesar 13%, pada tahun 1992 turun menjadi 12,5%, kemudian pada tahun 1997 turun lagi menjadi sebesar 10,8% dan akhirnya ketika memasuki era reformasi tahun 1999 keterwakilan perempuan Indonesia di parlemen turun lagi menjadi 9%. Itulah sebabnya kaum perempuan Indonesia bertekad melakukan langkah affirmative action, atau kuota 30% bagi perempuan di parlemen. Isu ini tidak samadengan usaha mengabaikan  kualitas, apalagi dikatakan sebagai “mengemis”. Menurut Diana Maddock, seperti dikutip Rumbold (1991), kuota gender merupakan perjuangan perempuan yang menginginkan perlakuan yang sama bukan perlakuan khusus, karena tujuannya memperoleh persamaan kesempatan bukan persamaan pendapatan.
     Ada beberapa alasan mengapa affirmative action perlu diterapkan. Pertama, kaum perempuan bukanlah tipe individu yang suka “keras” mengejar kepentingan politik, namun tidak berarti ia tidak mempunyai kemampuan. Kedua, bagaimanapun Pemilihan Umum pada dasarnya merupakan perwujudan dari instrumen politik yang bertugas dan membahas masalah keterwakilan bukan kualifikasi pendidikan (representative, not educational qualification). Ketiga, dalam sistem politik yang masih kental nuansa patriarki-nya akan sangat tidak fair bagi perempuan untuk berkompetisi. Kegigihan perjuangan perempuan di dunia politik, khususnya di lembaga legislatif juga bukan tanpa dasar. Menurut Valerie Bryson (1999) dari sekian isu terpinggirkannya perempuan di dunia politik, masalah rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen merupakan isu sentral yang kini banyak dikaji kaum feminis. Lembaga legislatif menjadi penting mengingat perannya sebagai ujung tombak dimana berbagai revisi peraturan bias gender dapat dilakukan. Fenomena under-representation of women in elected legislative assemblies, menurut Bryson, bukanlah tipe dunia ketiga yang relatif rendah dalam berdemokrasi, kenyataan itu juga dialami perempuan-perempuan Barat seperti Amerika atau Inggris. Di Amerika Serikat (menurut catatan hingga Mei 2001) jumlah perempuannya di legislatif hanya 14% kemudian Inggris hanya 18%, keduanya jelas jauh dari angka “kritis” 30%. Padahal di negara Afrika Selatan anggota parlemen perempuannya sudah mencapai 29,8% dan di Argentina sudah mencapai 26,5%.
     Di Indonesia, menjelang Pemilu 2004, kaum perempuan boleh sedikit berbangga. UU Pemilu yang belum lama disahkan memuat satu pengakuan besar bagi kaum perempuan. UU Pemilu itu mengharuskan partai politik untuk memberi jatah 30 persen kepada perempuan untuk jadi calon anggota lembaga legislatif. Kaum perempuan boleh bangga karena pernyataan itu bukan pemberian cuma-cuma, bukan hasil budi baik anggota dewan laki-laki, tetapi perjuangan kaum hawa, baik yang ada di parlemen maupun diluar parlemen. Kaum perempuan boleh juga tidak berbangga, karena ketentuan itu hanya sebatas calon bukan “caleg jadi”, dan ketentuan ini tidak menyebutkan sanksi apapun bagi partai yang melanggar. Kalau dalam daftar caleg nanti banyak partai politik yang tidak memenuhi syarat 30% calon perempuan, apa yang harus dilakukan. Mungkin saja persyaratan 30% itu terpenuhi, tetapi mayoritasnya berada pada nomor urut sepatu, caleg penggembira.
     Menurut Richard Matland (2002) ada tiga persoalan (prasyarat) penting yang harus dilalui perempuan dalam perjuangannya menuju anggota legislatif atau dapat juga dikatakan sebagai proses rekruitmen legislatif. Pertama, harus memiliki keinginan berjuang untuk pemilihan. Kedua, harus dipilih oleh partai politik sebagai kandidat. Ketiga, harus dipilih oleh para pemilih. Pertama, merupakan prasyarat penting, dimana perempuan harus mengambil keputusan, apakah dia mau mengikuti pemilihan anggota atau tidak. Prasyarat ini harus terwujud, jangan sampai seorang kandidat tampil karena terbawa arus lingkungan bukan tekad dirinya. Ini dapat berpengaruh terhadap kegigihan dalam berjuang. Pertimbangan dalam diri ini memang kompleks, menurut Matland, setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, faktor ambisi politik pribadi. Bagi perempuan berpendidikan yang diajarkan bahwa politik adalah dunia pria dan penuh dengan permainan kotor, maka mereka akan cenderung kurang mengembangkan ambisi politiknya dan tidak bersemangat dalam kampanye. Faktor kedua adalah berkaitan dengan apakah ada peluang dalam sistem politiknya. Faktor ini seringkali menjadi penentu bagi orang yang berpikir rasional. Meskipun ia mempunyai ambisi yang tinggi, tetapi bila ia tahu bahwa peluangnya tipis untuk terpilih, umumnya mereka tidak akan repot-repot untuk mencalonkan diri. Jadi, ambisi politik pribadi dan ada tidaknya peluang untuk terpilih, merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi seseorang dalam memutuskan mengikuti pemilihan atau tidak. Masalah kedua, partai-partai politik umumnya tertarik pada karakteristik para anggota yang memiliki mental yang kuat, mampu bekerja keras, tegas, dan ciri lainnya, yang umumnya dimiliki laki-laki. Kemudian, partai politik dimanapun juga berada umumnya tertarik dan mendapatkan calon-calon yang berasal dari kelompok elit. Kelompok elitpun umumnya didominasi laki-laki. Bagi perempuan berpendidikan sekalipun, bila faktor pendidikan ternyata tidak menjadi pertimbangan utama partai politik, maka kaum perempuan akan mengalami kesulitan untuk tampil menarik dimata partai politik.
     Solusi untuk persoalan kedua ini, menurut Matland, bisa dibantu melalui kelompok-kelompok penekan, seperti melalui gerakan perempuan untuk kandidat perempuan. Masalah terakhir, apakah kandidat perempuan itu dipilih oleh pemilihnya sendiri atau tidak. Hasil studi tentang pemilihan umum di negara-negara industri maju mengemukakan bahwa para pemilih biasanya lebih memilih karena partai dari pada kandidat pribadi. Pada waktu menerima kartu dan hendak memberikan suara, umumnya bayangan label partai lebih menonjol dibandingkan kandidat pribadi (Matland, 2002). Meskipun tidak ada laporan penelitian serupa di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, sepertinya pertimbangan para pemilih seperti itu tidak jauh berbeda, dengan yang terjadi di Indonesia. Banyak persepsi yang menyatakan ketidakyakinan akan kuota 30% di parlemen dapat terwujud dalam Pemilu. Ada banyak alasan yang antara lain: Belum banyak kader perempuan yang memadai untuk tingkat standar sekalipun. Di kalangan aktivis sendiri, masih saja ada pro-kontra. Proses sosialisasi akan pentingnya peran publik, terutama bidang politik, belum banyakdilakukan secara berkualitas. Peluang karir politik di parlemen relatif sempit dibandingkan jumlah calon dari seluruh Indonesia. Munculnya kuota 30% dapat dilihatnya sebagai ancaman serius bagi calon maupun Anggota Dewan laki-laki. Semua itu, mengisyaratkan pentingnya kegigihan kaum perempuan, untuk meraih langkah affirmative action di DPR.
     Di Indonesia ada banyak organisasi perempuan yang satu sama lain sudah menjalin kerjasama, meskipun belum semua. Seperti: federasi organisasi KOWANI yang mempunyai anggota sebanyak 78 organisasi. Kemudian ada Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) Di daerah propinsi ada BKOW dan di Kabupaten dan Kota ada GOW yang kesemuanya dapat membentuk sebuah jaringan untuk mendukung dan melakukan  penekanan-penekanan demokratis. Khusus di bidang politik, terdapat jaringan baru seperti  KPI (Koalisi Perempuan Indonesia dan KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia ). Melalui jaringan yang ada ini kaum perempuan Indonesia dapat melakukan beberapa hal: Meningkatkan keterwakilan perempuan di partai-partai politik. Langkah ini memang agak terlambat. Tetapi tetap harus dilakukan untuk periode mendatang. yang dimaksud diusahakan sekeras mungkin perempuan dalam partai politik berada posisi pengurus harian, ketua atau sekretaris. Kedua, melakukan terobosan ke pusat-pusat kekuasaan berupa lobi-lobi khusus pada pimpinan teras partai, pimpinan teras eksekutif, pimpinan teras legislatif dan yudikatif. Ketiga, sosialisasi melalui seminar, lokakarya, bahkan kampanye partai yang benar-benar ingin memberi kuota gender. Keempat, melakukan advokasi para pemimpin atau pengurus partai-partai politik. Baru-baru ini di Yogyakarta, ada seorang ketua partai perempuan tingkat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DIY terpaksa harus mengundurkan diri, karena tidak kuat menghadapi tekanan, intimidasi dan fitnah. Dari alasan yangdikemukakan, bukannya dia tidak mampu atau tidak mempunyai ambisi, tetapi lebih kepada tidak sesuainya langkah para pengurus partai dengan hati nuraninya. Lagi-lagi ini membuktikan bahwa kaum perempuan tidak suka kondisi yang tidak peduli kedamaian. Kelima, membangun akses ke media. Bagaimanapun media, seringkali lebih ampuh dalam melakukan penekanan-penekanan melalui pembentukan opini masyarakat. Strategi apa yang perlu dilakukan untuk meraih kuota gender di Parlemen, masih dapat dirumuskan lebih panjang lagi. Yang lebih penting dari semua itu, sebenarnya sikap dan tindakan kebersamaan dari semua yang peduli akan kuota 30% itu. Tidak lupa, bahwa proses pemberdayaan perempuan harus terus menerus dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA
Internasional Institute for Democracy and Electoral Assistance ( International IDEA) (2002). Perempuan di Parlemen: Bukan Sekedar Jumlah. Penerbit AMEEPRO, Jakarta, Indonesia.

Nahiyah J.F. (2003) Profil Kedudukan & Peranan Perempuan di Provinsi DIY. Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian UNY.

National Democratic Institute (NDI) dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, ( 2002). Keterwakilan Perempuan dan Sistem Pemilihan Umum. Proseding Seminar Internasional.

Utami, T. S.(2001) Perempuan Politik Di Parlemen, Sebuah Sketsa Perjuangan dan Pemberdayaan 1999-2001. Penerbit Harian Umum DUTA MASYARAKAT.

Fakih. M, 1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Transpormasi Sosial. Jogyakarta. Pustaka Pelajar

Selasa, 05 April 2011

Ibnu Rusyd - Sang Filosof Muslim

Di Andalusia, tepatnya di kota Cordova lahir seorang filosof Muslim terkenal bernama Ibnu Rusyd. Ketika itu Andalusia (Spanyol) merupakan salah satu pusat peradaban Islam yang maju dan cemerlang serta banyak menghasilkan ilmuan-ilmuan muslim besar seperti Ibnu Bajjah dan Ibnu Thufail. Di sisi lain, Eropa (baca: masyarakat kristen Eropa) masih berada dalam zaman kegelapan, kebodohan dan terkungkung dalam hegemoni kekuasaan gereja (The dark middle ages), sehingga dapat dilihat dalam konteks sejarah bahwa dengan munculnya peradaban Islam di Andalusia, telah menjadi jembatan bagi Eropa untuk mengetahui dan mempelajari Ilmu pengetahuan khususnya filsafat. Dengan demikian dunia Islam akhirnya memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa.
St. Thomas menyebutnya sebagai "sang komentator", dan Dante menamakannya "orang yang membuat komentar hebat". H.A. Wolfson, seorang ahli filsafat abad pertengahan khususnya komentar perihal Aristoteles, menyatakan bahwa ada sekitar 38 komentar Ibnu Rusyd terhadap beragam karya Aristoteles, di samping naskah-naskah pendek mengenai aspek-aspek tertentu filosof Aristoteles. Ia juga meringkas karya Aristoteles, yaitu de Anima (Kitab Al Hayawan). Dalam mengomentari, Ibnu Rusyd biasanya membuat komentar dalam tiga kategori, yaitu komentar singkat, setengah panjang, dan panjang, sesuai dengan metode pengajaran di sekolah tradisional kala itu. Renan, seorang filosof Perancis mengatakan bahwa Ibnu Rusyd menulis sekitar 78 buku dalamnan, seorang filsafat Perancis mengatakan bahwa Ibnu Rusyd menulis sekitar 78 buku dalam berbagai bidang ilmu.
Karya-karyanya yang masih ada kini di barat kebanyakan dalam bahasa latin dan Ibrani, bukan dalam bahasa aslinya, bahasa Arab. Penerjemahan karyanya terjadi tidak hanya pada abad ke-7 H / 13 M, tapi juga dalam abad ke-10 H / 16 M ketika beberapa komentar menarik perhatian dan menjadi subyek perdebatan sengit. Citra dia di Barat sebagai "penentang agama" adalah tidak tepat dengan pembawaannya yang sebenarnya. Karena, filsafat hanyalah bagian dari kehidupan pemikiran Ibnu Rusyd, dan masih banyak kehidupannya di luar itu yang juga berpengaruh besar dalam dunia Islam hingga sekarang. Pun, memang terjadi pergolakan pemikiran antara Ibnu Rusyd dengan Ibnu Sina dan Al Ghazali, yang bisa kita ambil hikmahnya.
Sebagai seorang filosof, Ibnu Rusyd banyak memberikan kontribusinya dalam khasanah dunia filsafat, baik filsafat yang berasal dari Yunani maupun yang berasal dari filosof-filosof muslim sebelumnya. Ibnu Rusyd dalam filsafatnya sangat mengagumi filsafat Aristoteles dan banyak memberikan ulasan-ulasan atau komentar terhadap filsafat Aristoteles sehingga ia terkenal sebagai komentator Aristoteles. Dalam makalah ini sedikit akan diuraikan pikiran-pikiran filsafat Ibnu Rusyd di samping pengaruh pemikirannya dalam ilmu pengetahuan yang kemudian memunculkan gerakan Averroisme di Barat.


BAB I
BIOGRAFI TOKOH
A. Kelahirannya
Nama lengkapnya adalah Abdul Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd. Ia dilahirkan di Cordova Spanyol pada tahun 520 H/1126 M. di Barat, Ibnu Rusyd dikenal dengan nama Averrous. Ia berasal dari kalangan keluarga besar yang dikenal dengan keutamaan dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang hakim, dan neneknya yang dengan sebutan “Ibnu Rusyd Nenek”(al-Jaddah) adalah kepala hakim di Cordova. Lingkungan yang sangat kondusif itulah yang membuat Ibnu Rusyd kecil haus ilmu pengetahuan, ia tumbuh menjadi anak yang memiliki kejeniusan luar biasa. Pada usia anak-anak saat itu, Ibnu Rusyd sudah mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti Al-Qurán, hadits, fiqih, serta mendalami ilmu-ilmu eksak seperti matematika, astronomi, logika, filsafat dan kedokteran. Karena itulah, ketika Ibnu Rusyd tumbuh dewasa, ia terkenal dengan ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
B. Situasi Sosial Politik
Lingkungan yang sangat kondusif itulah yang membuat Ibnu Rusyd kecil haus ilmu pengetahuan, ia tumbuh menjadi anak yang memiliki kejeniusan luar biasa. Pada usia anak-anak saat itu, Ibnu Rusyd sudah mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti Al-Qurán, hadits, fiqih, serta mendalami ilmu-ilmu eksak seperti matematika, astronomi, logika, filsafat dan kedokteran. Karena itulah, ketika Ibnu Rusyd tumbuh dewasa, ia terkenal dengan ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Pada mulanya Ibnu Rusyd mendapat tempat yang terbaik di sisi khalifah Abu Yusuf Al-Mansyur, Amir ketiga dinasti Muwahhidun 1184 H. Ia pernah mendapat amanat sebagai qadil (hakim) di Sevilla (Spanyol) dan sebagai qadlil qudlat (hakim agung) di Cordova. Namun sayang, karena ajaran filsafatnya banyak ulama yang tidak menyukainya, bahkan ada yang sampai mengkafirkan Ibnu Rusyd. Ada juga sekelompok ulama yang berusaha untuk menyingkirkan dan memfitnah bahwa dia telah menyebarkan ajaran filsafat yang menyimpang dari ajaran Islam. Atas tuduhan itulah, Ibnu Rusyd hingga diasingkan oleh pemerintah ke suatu tempat bernama Lucena. Tidak hanya itu, banyak diantara karya-karya filsafatnya dibakar dan diharamkan untuk dipelajar.
Setelah beberapa orang terkemuka dapat menyakinkan khalifah Al-Mansur tentang kebersihan dari Ibnu Rusyd dari fitnah dan tuduhan tersebut, maka ia baru dibebaskan. Akan tetapi tidak lama kemudian fitnah dan tuduhan seperti semula kembali terulang. Sebagai akibatnya, pada kali ini Ibnu Rusyd diasingkan ke Negeri Maghribi (Maroko). Di sanalah kemudian Ibnu Rusyd menghabiskan sisa-sisa umurnya hingga datangnya ajal menjemputnya pada tahun 1198 M.
C. Karya-karya dan karir akademia
1. karya-karya Ibnu Rusyd
a. Filsafat dan hikmah
- Tahafut At Tahafut (kerancuan dalam Kerancuan) adalah tanggapan atas buku Al Ghazali Tahafut Al Falasifah (Kerancuan Para Filosof)
- Jauhar Al Ajram As Samawiyah (Struktur Benda-benda Langit)
- Ittishal Al 'Aql Al Mufarriq bi Al Insan (Komunikasi Akal yang Membedakan dengan Manusia)
- Masa'il fi Mukhtalif Aqsam Al Manthiq (Beberapa Masalah tentang Aneka Bagian Logika)
- Syuruh Katsirah 'ala Al Farabi fi Masa'il Al Manthiqi Aristha (Beberapa Komentar terhadap Pemikiran Aristoteles)
- Maqalah fi Ar Radd 'ala Abi Ali bin Sina (Makalah Jawaban untuk Ibnu Sina), dan lainnya banyak sekali.
b. Ilmu kalam
- Fashl Al Maqal fima Baina Al Hikmah wa Asy Syari'ah min Al Ittishal (Uraian tentang Kitan filsafat dan Syari'ah)
- I'tiqad Masyasyin wa Al Mutakallimin (Keyakinan kaum Liberalis dan Pakar Ilmu Kalam)
- Manahij Al Adillah fi 'Aqaid Al Millah (Beberapa Metode Argumentatif dalam Akidah Agama), dan lain-lain.
c. Fikih dan ushul fikih
- Bidayah Al Muqtashid wa An Nihayah Al Muqtashid (Dasar Mujtahid dan Tujuan Orang yang Sederhana). Kitab ini diakui oleh Ibnu Jafar Zahabi sebagai buku terbaik di sekolah ilmu fikih Maliki, dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan sangat terkenal.
- Ad Dar Al Kamil fi Al Fiqh (Studi Fikih yang Sempurna)
- Risalah Adh Dhahaya (Risalah tentang Kurban), dan lain-lain.
d. Ilmu astronomi
- Maqalah fi Harkah Al Jirm As Samawi (Makalah tentang Gerakan Meteor)
- Kalam 'ala Ru'yah Jirm Ats Tsabitah (Pendapat tentang Melihat Meteor yang Tetap Tak Bergerak
e. Ilmu Nahwu
- Kitab Adh Dharuri fi An Nahw (Yang Penting dalam Ilmu Nahwu)
- Kalam 'ala Al Kalimah wa Al Ism Al Musytaq (Pendapat tentang Kata dan Isim Musytaq)
e. Kedokteran
- Al Kulliyat fi Ath Thibb (Studi Lengkap tentang Kedokteran). Sebanyak 7 jilid, dan menjadi rujukan dan buku wajib di berbagai universitas di Eropa. Diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Inggris, dan Ibrani.
- Syarh Arjuwizah Ibn Sina fi Ath Thibb. Secara kauntitas kitab ini paling banyak beredar. Menjadi bahan kajian ilmu kedokteran di Oxford University Leiden dan Universitas Sourborn Paris.
- Maqalah fi At Tiryaq (Makalah tentang Obat Penolak Racun), yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin, Inggris, dan Ibrani.
- Nasha'ih fi Amr Al Ishal (Nasihat tentang Penyakit Perut dan Mencret), yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin dan Ibrani.
- Mas'alah fi Nawaib Al Humma (Masalah tentang Penyakit Demam)
Karya Ibnu Rusyd Kulliyat diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Banacosa (Tobiyah) tahun 1255 M. Ulasannya mengenai retorika diterjemahkan oleh Herman the German dengan judul Rhetoric an Poetics. Ulasannya atas de Anima diterjemahkan oleh Michael Scot or Scott tahun 1217 M. Tafsir Ibnu Rusyd atas Fisika Aristoteles diterjemahkan ke bahasa Ibrani oleh Moses ben Solomon of Beaucaire pada kuartal pertama abad ke-14 M, dan juga oleh Todros Todrosi, Zerahiah Gracian dengan karya Ibnu Rusyd yang lain. Pertentangan Ibnu Rusyd dengan Al Ghazali, yaitu kitab Tahafut At Tahafutditerjemahkan ke dalam bahasa Ibrani oleh Qolanymos ben David the Elder dengan judul Happalat ha Happalo sekitar setelah tahun 1318 dan sebelum 1328 M. Ya, Ibnu Rusyd memang sangat berpengaruh di dunia Timur dan Barat di masanya hingga zaman setelahnya, bahkan sekarang
2. Karir Akademi
Di bawah asuhan keluarga yang terdidik dan terpandang, serta kondisi politis inilah Ibn Rusyd lahir dan berkembang menjadi dewasa. Ia mempelajari ilmu fiqih dan ayahnya, sehingga dalam usianya yang masih muda Ibn Rusyd telah menghafal kitab Al Muwaththa karangan Imam Malik. Pendidikannya dimulai sejak kecil di keluarganya yang alim. Kakek dan ayahnya adalah penganut mazhab maliki. Ibnu Rusyd juga meriwayatkan hadis dan mnghafal Al Muwaththa' karya Imam Malik atas bimbingan sang ayah. Setelah menginjak remaja. Ia terdorong keluar dari lingkar kalurga dalam menuntut ilmu. Para fuqaha yang meonjol di kawasan Andalusia kala itu didatangi Ibnu Rusyd sebagai guru untuk ditimba ilmunya. Di antara para fuqaha itu antara lin Abu Al Aim Basykawal, Abu Marwan bin Masarrah, Abu Bakar bin Samhun, Abu Ja'far bin Abdul Aziz, Abdullah Al Maziri, dan Abu Muhammad bin Rizq.
Dalam bidang kedokteran ia belajar pada Abu Ja'far Harun At Tirjali dan Abu Marwan bin Kharbul. Dalam biddang filsafat, Ibnu Rusyd belajar pada Ibnu Bajah, yang di barat dikenal dengan Avinpace, filosof besar di Eropa sebelum Ibnu Rusyd. Selain itu, ia juga berhubungan dengan dokter Abu Marwan bin Zuhr dan raja Dinasti Muwahhidun. Pada tahun 1153 Ibn Rusyd pindah ke maroko, memenuhi permintaan Khalifah Abd al-Mu’min, khalifah pertama dari Dinsti Muwahiddin, khalifah ini banyak membangun sekolah dan lembaga ilmu pengetahuan, ia meminta Ibn Rusyd untuk membantunya mengelola lembaga-lembaga tersebut. Pada tahun 111169 risalah pokok tentang medis, al-Risalah, telah diselesaikannya, dan tahun yang sama pula, ia diperkenalkan oleh Ibn Thufail kepada Khalifah Abu Ya’qub. Hasil dari poertemuan ini Ibn Rusyd diangkat sebagai qadhi di Saville. Ia memanfatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Diriwayatkan bahwa Ibnu Rusyd hanya dua malam melewatkan begitu saja tanpa membaca dan menulis, yaitu malam meninggal ayahnya dan malam perkewinannya.
Semenjak itu, ia mulai menafsirkan karya-karya Aristotoles atas poermentaan Khalifah tersebut. Keberhasilan menafsirkan karya-karya Aristoteles ini menjadikan ia terkenal dengan gelar “Komentar Aristoteles.. dua tahun setelah menjadi qadhi di Saville, ia kembali ke Cordova menduduki jabatan hakim agung (qadhi al-qudhat). Selanjutnya pada tahun 1182 ia bertugas sebagai dokter Khalifah di istana al-muwahhidin, Maroko menggantikan Ibn Thufail.
Kehidupannya sebagian besar digunakan untuk menjalani tugas sebagai hakim dan dokter, tapi di barat ia dikenal sebagai filofof yang banyak mengkaji dan mengomentarai pemikiran Aristoteles. Ibnu Rusyd termasuk seorang jenius yang pengetahuannya ensiklopedis. Ia banyak menghasilkan karya tulis dalam berbagai bidang. Ia ahli hukum Islam, filsafat, cakap dalam kedokteran, kalam, bahasa, fisika, dan astronomi. Ia wafat pada sekitar tahun 5951198 M dengan meninggalkan banyak warisan keilmuan yang dikenal Barat dan Timu


BAB II
PEMIKIRAN IBN RUSYD
A. Menakwilkan Al-Qur’an
Ketika kita membaca sejarah Ibnu Rusyd, maka kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih menonjol pada dirinya, yakni pemikirannya di bidang filsafat (estetika, logika, dan filsafat) yang hampir kita temukan di hampir semua karya-karya tulisannya. Menurutnya, nilai filsafat dan logika itu sangat penting, khususnya dalam menta’wilkan dan menafsirkan Al-Qurán sebagai kitab teks yang selalu membutuhkan artikulasi makna dan bukan artikulasi lafadz. Ibnu Rusyd melanjutkan, bahwa Islam sendiri tidak melarang orang untuk berfilsafat, bahkan Al-Qurán sendirti dalam banyak ayat memerintahkan umatnya untuk mempelajari filsafat.
Menurut Ibnu Rusyd, takwil (penafsiran) dan interprestasi teks dibutuhkan untuk menghindari adanya pertentangan antara pendapat akal dan filsafat serta teks Al-Qurán. Ia memaparkan, takwil yang dimaksud di sini adalah meninggalkan arti harfiyah ayat dan mengambil arti majasinya (analogi) hal ini pula yang dilakukan oleh para ulama klasik periode awal dan pertengahan. Dalam kaitannya dengan kedudukan Al-Qurán, Ibnu Rusyd membagi manusia menjadi tiga kelompok; awam, pendebat, dan ahli fikir. Untuk kelompok orang awam, Al-Qurán tidak dapat ditakwilkan, karena mereka hanya bisa memahami secara tertulis. Demikian juga bagi kelompok pendebat, takwil sudah diterapkan. Takwil secara tertulis dalam bentuk karya, hanya bisa diperuntukkan bagi kelompok ahli fakir.
Dalam cara pandang itulah takwil atas teks secara benar dapat dilakukan dan dipahami oleh ahli fikir. Pemikiran Ibnu Rusyd ini kemudian dikenal dengan teori perpaduan agama dan filsafat. Sementara itu, menyangkut pemaknaan Al-Qurán, ia berpendapat bahwa A-Qurán memiliki dua makna, makna batin dan makna lahir. Berkaitan dengan penciptaan alam, Ibnu Rusyd dengan menganut teori kasualitas (hukum sebab akibat), berpendapat bahwa memahami alam harus dengan dalil-dalil tertentu agar dapat sampai kepada hakekat daneksistensi alam. Setidaknya ada tiga dalil untuk menjelaskan teori ini. Pertama, dalil inayah (pemeliharaan). Kedua, dalil ikhtira’ (penciptaan). Ketiga dalil penggerak. Dalil inayah yakni dalil yang mengemukakan bahwa alam dan seluruh kejadian yang ada di dalamnya, seperti siang dan malam, matahari dan bulan, semuanya menunjukkan adanya penciptaan yang teratur dan rapi yang didasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan. Dalil ini mendorong orang untuk melakukan penyelidikan dan penggalian yang terus menerus sesuai dengan pandangan akal pikirannya. Dalil ini pula yang akan membawa kepada pengetahuan yang benar sesuai dengan ketentuan dalam Al-Qurán.
Sedangkan dalil ikhtira’ merupakan asumsi yang menunjukkan bahwa penciptaan alam dan makhluk di dalamnya tampak jelas dalam gejala-gejala yang dimiliki makluk hidup, semakin tinggi tingkatan makhluk hidup itu, semakin tinggi pula berbagai macam kegiatan dan pekerjaannya. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan, sebab apabila terjadi secara kebetulan tentu saja tingkatan hidup ini tidak berbeda-beda. Inilah yang menunjukkan bahwa semuanya ada yang menciptakan dan mengaturnya. Dalil ini sesuai dengan syariat Islam, dimana banyak ayat yang menunjukkan perintah untuk memikirkan seluruh kejadian di alam ini. Adapun dalil yang ketiga yakni gerak atau disebut juga sebagai penggerak pertama diambil dari aristoteles. Dalil ini mengungkapkan bahwa alam semesta bergerak dengan sesuatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini mengandung penggerak pertama yang tidak bergerak dan berbeda, yaitu Tuhan.
Menurut Ibnu Rusyd, benda-benda langit beserta gerakannya dijadikan oleh Tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman. Sebab zaman tidak cukup mendahului wujud perkara yang bergerak, selama zaman itu masih kita anggap sebagai ukuran gerakannya. Jadi gerakan menghendaki adanya penggerak pertama atau suatu sebab yang mengeluarkan dari tiada menjadi ada. Substansinya yang lebih dahulu itu yang memberikan wujud kepada substansi yang kemudian tanpa memerlukan kepada pemberian form (Tuhan) yang ada di luarnya.
B. Agama dan Filsafat
Ibnu Rusyd adalah tokoh yang ingin mengharmoniskan agama dan filsafat. Di antaranya tidak terdapat dua kebenaran yang kontradiktif, tetapi sebuah kebenaran tunggal yang dihadirkan dalam bentuk agama, dan melalui takwil, menghasilkan pengetahuan filsafat. Agama adalah bagi setiap orang, sedangkan filsafat hanya bagi mereka yang memiliki kemampuan-kemampuan intelektual yang memadai. Meskipun demikian, kebenaran yang dijangkau suatu kelompok tidaklah bertentangan dengan kebenaran yang ditemukan kelompok lain.
Seperti al-Kindi, Ibnu Rusyd juga berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah memperoleh pengetahuan yang benar dan berbuat benar. Dalam hal ini, filsafat sesuai dengan agama. Sebab tujuan agama-pun tidak lain adalah untuk menjamin pengetahuan yang benar bagi umat manusia dan menunjukkan jalan yang benar bagi kehidupan yang praktis. Agama dan filsafat adalah sejalan dan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencapai pengetahuan yang benar. Dengan demikian, berfilsafat secara benar dengan menggunakan metode ilmu mantiq yang benar pula, akan didapat pengetahuan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
C. Tingkat Kemampuan Manusia
Dalam hal ini Ibnu Rusyd membuat perbedaan tingkat kapasitas dan kemampuan manusia dalam menerima kebenaran menjadi tiga kelompok. Mereka adalah kelompok yang menggunakan metode retorik (khathabi), metode dialektik (jadali) dan metode demonstratif (burhani). Metode yang pertama dan kedua dipakai oleh manusia awam, sedangkan metode yang ketiga merupakan pengkhususan yang diperuntukkan bagi kelompok manusia yang tingkat intelektual dan daya kemampuan berfikirnya tinggi. Tingkat kemampuan manusia ini terkait dengan masalah pembenaran atau pembuktian atas sesuatu yang dipengaruhi oleh kapasitas intelektualnya. Ibnu Rusyd menjelaskan, bagi manusia, adanya tingkatan pembuktian kebenaran secara burhani, jadali dan khatabi, karena kemampuan manusia dalam menerima kebenaran itu berbeda-beda dan beragam. Pengelompokan ini, menurut Ibnu Rusyd sesuai dengan semangat al-Qur’an yang mengajarkan umat Islam untuk mengajak manusia kepada kebenaran dengan jalan hikmah, pelajaran yang baik dan debat yang argumentatif.
Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan cara hikmah, pengajaran yang baik dan ajak bicaralah (debat) mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat di jalan-Nya dan Ia juga lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk. (al-Nahl: 125).
D. Kebahagiaan
Mengenai konsep kebahagiaan, Ibnu Rusyd sejalan dengan ide al-Farabi dan Ibnu Sina bahwa ilmu pengetahuan adalah jalan pencapaian dan kebahagiaan spiritual. Derajat kesempurnaan tertinggi ialah jika seseorang menembus tabir dan melihat dirinya aspek demi aspek di hadapan realitas-realitas. Ibnu Rusyd menolak jika kesederhanaan dan kejumudan orang-orang tasawuf merupakan sarana untuk menyendiri dan berhubungan dengan Tuhan. Dengan demikian ia tidak bisa menerima anggapan kaum sufi bahwa kebahagiaan seseorang dapat dicapai tanpa ilmu pengetahuan.
Ibnu Rusyd percaya bahwa konsep kebahagiaan hanya dapat dicapai melalui akal aktual dan ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa sejak bayi dilahirkan, ia sudah membawa kesiapan untuk menerima pengetahuan-pengetahuan umum sehingga jika ia mulai belajar, maka kesiapan ini berubah menjadi akal aktual. Akal ini selalu berkembang dan meningkat sampai ia bisa berhubungan dengan akal yang tidak ada pada benda dan daripadanya mengambil pancaran ilham. Akal yang sudah sampai kepada tahap menerima pancaran ilham merupakan kesempurnaan tertinggi. Sedangkan jalan yang akan menuntun untuk mencapainya, ialah perkembangan segala pengetahuan dan peningkatan persepsi manusia. Karena ilmu pengetahuan semata-mata adalah jalan kebahagiaan dan hubungan dengan alam akal dan alam ruh.

E. Akal dan Manusia
Manusia menurut Ibnu Rusyd, mempunyai dua gambaran yang dalam bahasa Arab disebut ma’ani . Kedua gambaran itu dinamakan percept (perasaan) dan concept (pikiran). Perasaan adalah gambaran khusus yang dapat diperoleh dengan pengalaman yang berasal dari materi. Ibnu Rusyd memberi perbedaan antara perasaan dan akal. Pemisahan ini memperlihatkan kecenderungan Ibnu Rusyd dalam memisahkan antara pengetahuan akali (aqli) dengan pengetahuan inderawi (naqli). Dengan sendirinya kedua pengetahuan ini berbeda dalam hal cara manusia memperolehnya. Pengetahuan inderawi diperoleh dengan percept (perasaan), sedangkan pengetahuan aqli diperoleh lewat akal, pemahamannnya dilakukan dengan penalaran atau pikiran.
Akal sendiri dibagi menjadi dua jenis, yang pertama disebut akal praktis dan yang kedua adalah akal teoritis. Akal praktis memiliki fungsi sensasi, di mana akal ini dimiliki oleh semua manusia. Di samping memiliki fungsi sensasi, akal praktis juga memiliki pengalaman dan ingatan. Sedangkan akal teoritis mempunyai tugas untuk memperoleh pemahaman (konsepsi) yang bersifat universal.

BAB III
KRITIK TERHADAP PEMIKIRANNYA
A. Tokoh Yang Bertentangan Dengan Ibnu Rusyd
Diantara tokoh yang bertentangan pemikirannya dengan Ibnu Rusyd ialah Al-Ghazali yang dimana kedua tokoh ini saling mengkritisi seperti yang duraikan dibawah ini
 Tanggapan Kritik Terhadap Al-Ghazali
Seperti diketahui, al-Ghazali dalam buku Tahafut al-Falasifah telah menyerang para filosof. Ada dua puluh persoalan yang diuraikan al-Ghazali berkenaan dengan kerancuan berfikir mereka. Tiga di antaranya, menurut al-Ghazali, meneyebabkan para filosof telah kufur. Sebagai filosof, Ibnu Rusyd merasa berkewajiban membela para filosof dan pemikiran mereka dan mendudukkan masalah tersebut pada proporsinya. Untuk itu ia menulis sanggahan berjudul Tahafut al-tahafut. Judul buku ini mengisayaratkan bahwa al-Ghazali lah yang sebenarnya kacau dalam berfikirnya.
Tiga masalah filsafat yang menyebabkan kekafiran para filosof ialah berkaitan dengan masalah qadimnya alam, pengetahuan Tuhan yang bersifat juz’iyyat, dan kebangkitan jasmani. Berikut ini akan dijelaskan tanggapan Ibnu Rusyd terhadap kritikan al-Ghazali mengenai tiga masalah tersebut.

a. Qadimnya Alam
Ibnu Rusyd menjelaskan, perselisihan yang terjadi antara kaum teolog dengan kaum filosof klasik mengenai persoalan apakah alam semesta ini qadim (ada tanpa permulaan) atau hadits (ada setelah tiada), lebih condong kepada soal penamaan belaka. Sebabnya, mereka sendiri pada dasarnya sepakat tentang adanya tiga macam wujud: dua sisi wujud dan satu yang menengahi keduanya. Para teolog maupun filosof sepakat dalam memberikan sebutan nama kepada kedua sisi wujud itu, tetapi mereka berselisih mengenai wujud pertengahan. Pada wujud yang pertengahan inilah alam semesta menempatkan posisinya.
Sisi wujud yang pertama adalah: Wujud yang tercipta dari sesuatu di luar dirinya sendiri dan berasal dari sesuatu yang berbeda, yang tercipta dari bahan (materi) tertentu dan didahului oleh zaman. Inilah kondisi benda-benda wujud yang tertangkap indera seperti air, udara, bumi, hewan tumbuhan dan sebagainya. Wujud ini disepakati untuk menamakannya sebagai sesuatu yang muhdatsah (tercipta setelah tidak ada). Sisi wujud yang berseberangan dengan sisi tersebut di atas adalah: wujud yang keberadaannya tidak berasal dari sesuatu apapun, tidak disebabkan oleh sesuatu apapun juga dan tidak didahului oleh zaman. Sisi wujud ini juga disepakati, untuk menamakannya sebagai yang qadim (ada tanpa permulaan). Wujud ini adalah Allah Ta’ala, penggerak sesuatu yang ada.
Adapun sisi wujud yang di antara keduanya yaitu: wujud yang keberadaannya tidak berasal dari sesuatu apapun, tidak didahului oleh zaman, akan tetapi keberadaannya disebabkan oleh suatu penggerak. Sisi wujud ini adalah alam semesta dengan segala perangkatnya. Mereka semua setuju adanya tiga sifat tersebut pada alam semesta. Para teolog mengakui bahwa zaman tidak mendahului alam semesta, karena zaman adalah sesuatu yang menyertai gerak dan benda. Jadi letak permasalahannya adalah sisi wujud yang pertengahan ini menempati dan memiliki persamaan dengan wujud yang muhdats maupun wujud yang qadim.


b. Pengetahuan Tuhan
Dalam masalah pengetahuan Tuhan, al-Ghazali menuduh para filosof berpendirian bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil , kecuali dengan cara yang kulliyat (umum, universal). Ibnu Rusyd menjawab tuduhan al-Ghazali ini dengan menegaskan bahwa al-Ghazali telah salah paham terhadap pendapat filosof. Ibnu Rusyd meluruskan, pendapat filosof adalah bahwa pengetahuan Tuhan tentang rincian (juz’iyyat) berbeda dengan pengetahuan manusia. Pengetahuan manusia adalah mengambil bentuk efek, yaitu melalui yang ditangkapnya oleh panca indera, sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan sebab bagi terwujudnya rincian tersebut. Karena itu, pengetahuan manusia bersifat baharu dan pengetahuan Tuhan bersifat qadim, yaitu semenjak azalinya. Tuhan mengetahui segala hal yang terjadi di alam ini. Namun begitu, pengetahuan Tuhan tidak dapat diberi sifat-sifat kulliyat atau juz’iyyat, karena sifat-sifat yang demikian hanya dapat dikaitkan kepada makhluk saja. Secara pasti, pengetahuan Tuhan tidak dapat diketahui kecuali oleh Tuhan sendiri.

c. Kebangkitan Jasmani
bahwa kebangkitan di akhirat nanti adalah bersifat rohani. Yang akan menerima balasan baik atau buruk atas perbuatan manusia selama di dunia adalah rohaninya bukan jasmani. Menanggapi masalah di atas, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa kebangkitan rohani berdasarkan pendapat para filosof merupakan ta’wil (interpretasi) yang tidak perlu dipermasalahkan karena yang terpenting bahwa para filosof juga meyakini adanya hari kebangkitan dan tidak mengingkarinya. Pengingkaran terhadap hari kebangkitan yang dapat dikategorikan kafir, bukan pada eksistensi kebangkitannya.
Baik para filosof maupun sufi sepakat bahwa puncak kebahagiaan adalah pada rohaninya dan bukan pada materinya. Meskipun demikian, Ibnu Rusyd sendiri tidak menolak kemungkinan adanya kebangkitan jasmani juga, karena tidak ada yang tidak mungkin dilakukan oleh Allah SWT. Bagi orang awam (khatabi, jadali) yang masih berfikir sederhana dan belum mampu menangkap pesan-pesan al-Qur’an secara abstrak, penggambaran jasmani adalah untuk memotivasi mereka agar melakukan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jahat.

B. Tokoh-Tokoh Yang Mendukung Ibn Rusyd
Sebagaimana diketahui sebelumnya, pemikiran Ibnu Rusyd masuk ke Barat melalui gerakan penerjemahan karya-karyanya. Ibnu Rusyd begitu berpengaruh bagi orang-orang kristen Eropa karena dikenal sebagai “komentator Aristoteles” yang membawa semangat rasional dan pencerahan bagi mereka. Melalui terjemahan karya-karya bahasa Arabnya ke dalam bahasa Ibrani dan Latin, para sarjana Barat abad pertengahan banyak dipengaruhi pandangan-pandangan filsafat Aristoteles yang dikembangkan Ibnu Rusyd. Pengaruh Ibnu Rusyd ini semakin menunjukkan bentuknya dengan munculnya gerakan Averroisme di Barat yang mencoba mengembangkan gagasan-gagasan rasional Ibnu Rusyd.
Averroisme merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan penafsiran filsafat Aristoteles yang dikembangkan Ibnu Rusyd oleh pemikir-pemikir Barat-Latin. Pada mulanya istilah ini dimaksudkan sebagai bentuk penghinaan terhadap pendukungnya. Tak seorang pun yang berani dengan tegas menyatakan dirinya sebagai pendukung Averroisme. Barulah setelah masa Johannes Jandun (1328) yang pertama kali menegaskan dirinya secara terbuka sebagai pengikut Averroisme dan diikuti oleh Urban dari Bologna (1334) serta Paul dari Venesia (1429),
para pendukung pemikiran Ibnu Rusyd lainnya mulai berani secara terang-terangan menyatakan pendirian mereka. Tokoh yang terkenal sebagai pelopor Averroisme adalah Siger de Brabant (1235-1282) dan diikuti oleh murid-muridnya seperti Boethius de Decie, Berner van Nijvel dan Antonius van Parma. Para mahasiswa tersebut mempelajari, meneliti dan menelaah karya-karya ulasan Ibnu Rusyd terhadap filsafat Aristoteles. Landasan rasionalitas yang dikembangkan Ibnu Rusyd ternyata sangat menarik perhatian mereka. Timbul kesadaran di kalangan sarjana-sarjana Barat untuk mengoptimalkan penggunaan akal dan meninggalkan paham-paham yang bertentangan dengan semangat rasional.
Ajaran-ajaran mereka yang terilhami oleh pemikiran Ibnu Rusyd antara lain adalah pandangan mereka tentang pembuktian keberadaan Tuhan dengan teori gerak. Sama dengan Ibnu Rusyd, mereka memandang bahwa segala sesuatu di dunia ini mesti ada yang menggerakkannya. Karena tidak mungkin ada rentetan gerak yang tiada hentinya itu tanpa ada penggeraknya, maka sampailah mereka pada kesimpulan adanya penggerak utama. Itulah yang dalam bahasa Ibnu Rusyd disebut al-Muharrik al-Awwal (Tuhan) atau Prima Causa menurut Aristoteles. Berdasarkan pandangan ini, mereka juga mengikuti Ibnu Rusyd dalam pandangan mereka tentang teori kausalitas.
Meskipun Tuhan adalah penyebab segala sesuatu, Tuhan hanyalah menciptakan akal pertama saja, sedangkan secara seterusnya diciptakan oleh akal-akal berikutnya. Inilah yang dimaksud Ibnu Rusyd dengan hukum-hukum alam terhadap penciptaan Tuhan. Jadi, sebagaimana Ibnu Rusyd, mereka memahami bahwa penciptaan Tuhan terhadap segala sesuatu bukanlah secara langsung, tetapi melalui hukum-hukum alam yang tetap yang telah diciptakan-Nya terhadap segala ciptaan-Nya tersebut.
Pada tahun 1270, paham Averroisme yang diajarkan Siger van Brabant dan murid-muridnya diharamkan oleh gereja. Para penguasa Kristen ketika itu menganggap ajaran Ibnu Rusyd berbahaya bagi akidah orang Kristen. Lalu, pada tahun 1277 pandangan-pandangan Averroisme secara resmi dilarang di Paris melalui sebuah undang-undang yang dikeluarkan gereja. Siger van Brabant sendiri akhirnya dihukum mati oleh gereja tujuh tahun kemudian. Pada tahun-tahun berikutnya, Paus semakin meningkatkan aksinya menentang universitas yang mengajarkan pemikiran Aristoteles dan Ibnu Rusyd. Banyak tokoh-tokoh Averroisme dihukum dan buku-buku karangan Ibnu Rusyd dibakar. Namun demikian, larangan dan kutukan gereja terhadap Averroisme tidak membuat surut perkembangan gerakan intelektual ini, sebaliknya malah semakin menyebar ke berbagai wilayah lainnya di Eropa.
Melihat kepada keadaan di atas, maka di lakukan usaha-usaha untuk mempertahankan dominasi mutlak gereja dan menolak gerakan Averroisme yang dilakukan oleh tokoh-tokoh gereja. Meskipun dalam beberapa sisi mereka dapat menerima prinsip-prinsip Aristotelian yang dikembangkan Ibnu Rusyd, dalam beberapa hal mereka menolak prinsip-prinsip Aristotelian dan “menasranikannya” seperti yang dilakukan oleh Arbertus the Great dan muridnya Thomas Aquinas. Keduanya adalah anggota ordo Dominican, sebuah ordo imam Katolik yang didirikan oleh St. Dominicus. Gerakan Averroisme yang ditandai oleh semangat rasional inilah yang yang melahirkan renaisans di Eropa. Tokoh-tokoh Averroisme meyakini kebenaran pandangan Ibnu Rusyd tentang keharmonisan antara akal dan wahyu, filsafat dan agama, menimbulkan kesadaran bagi mereka untuk mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan sebagai warisan dari peradaban Yunani dan Islam.
C. Komentar Pemakalah
Perlu disampaikan bahwa uraian-uraian pemikiran filsafat Ibnu Rusyd di atas belum sepenuhnya dapat dijelaskan secara terperinci dan mendalam. Terbukti masih banyak pemikiran-pemikirannya yang sangat kontroversial dan ditentang oleh para ilmuan-ilmuan yang lain. Namun dapat dipahami bahwa Ibnu Rusyd merupakan filosof muslim yang kaya dengan khasanah pemikiran-pemikiran yang filosofis dan ilmiah, sehingga pemikiran dan karya-karyanya tidak hanya dihargai di dunia Islam namun juga di dunia Barat yang ditandai dengan munculnya gerakan Averroisme di Eropa


BAB IV
KESIMPULAN
Diantara para filosof Islam, Ibnu Rusyd adalah salah seorang yang paling dikenal dunia Barat dan Timur. Nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad Ibnu Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ahmad ibnu rusyd, lahir di Cordova, Andalus pada tahun 520 H/ 1126 M, sekitar 15 tahun setelah wafatnya abu Hamid al-Ghazali. Ia ditulis sebagai satu-satunya filsuf Islam yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang semuanya menjadi fuqaha’ dan hakim. Ayahnya dan kakeknya menjadi hakim-hakim agung di Andalusia.
Ibnu Rusyd sendiri menjabat hakim di Sevilla dan Cordova pada saat terjadi hubungan politik yang penting antara Andalusia dengan Marakasy, pada masa Khalifah al-Manshur. Hal itu mencerminkan kecerdasan otak dan ghirah kepada ilmu pengetahuan dalam keluarga ini sudah tumbuh sejak lama yang kemudian semakin sempurna pada diri ibnu Rusyd. Karena itu, dengan modal dan kondisi ini ia dapat mewarisi sepenunya intelektualitas keluarganya dan menguasai berbagai disiplin ilmu yang ada pada masanya.
Hal itu mencerminkan kecerdasan otak dan ghirah kepada ilmu pengetahuan dalam keluarga ini sudah tumbuh sejak lama yang kemudian semakin sempurna pada diri ibnu Rusyd. Karena itu, dengan modal dan kondisi ini ia dapat mewarisi sepenunya intelektualitas keluarganya dan menguasai berbagai disiplin ilmu yang ada pada masanya. Dari Averrois ini muncul sebuah kelompok pengikut Ibnu Rusyd dalam bidang filsafat yang menamakan diri Averroisme. Dalam bidang ini, Ibnu Rusyd memang membuktikan diri sangat ahli dan terhormat, penjelasan-penjelasannya tentang filsafat dan komentarnya terhadap filsafat Aristoteles dinilai yang paling tepat dan tidak ada tandingannya. Sebab itu ada yang menamakannya sebagai guru kedua (bukan al-Farabi), setelah guru pertama Sang Filsuf atau Aristoteles. Itu tidak berarti Ibnu Rusyd tidak memiliki pemikiran filsafat sendiri, dalam penjelasan al-Ahwani, pandangan-pandangan pribadi Ibnu Rusyd yang mencerminkan pandangan dan pahamnya sendiri terdapat dalam rumusan kesimpulan setelah memberikan uraian dan komentar terhadap filsafat Aristoteles.




DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fuad al-Ahwani.1997. “Filsafat Islam” Jakarta : Pustaka Firdaus
Ahmad Hanafi,1996. “Pengantar Filsafat Islam”. Jakarta, Bulan Bintang.
C.A. Qadir.1991 “Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam” Jakata : Yayasan Obor, Jakarta.
Muhammad Iqbal,2004. “Ibn Rusyd & Averroisme”. Jakarta : Gaya Media Pratama.
Harun Nasution,1995. “Islam Rasional”.Bandung : Mizan.
Hasyimsyah Nasution,1999. “Filsafat Islam”. Jakarta : Gaya Media Pranata.
Zacky Syafa.2004.“Tokoh-Tokoh Muslim”. Surabaya : Putra Pelajar.

Cari Blog Ini